Bersama Sang Kekasih
Rasulullah Saw, bersabda: ”Seseorang bersama orang yang dicintai.” (Hr. Bukhari dan Muslim)
Dalam
hadits mulia ini ada disiplin cinta dari para pecinta Allah SWT, dan
pecinta Rasulullah SAW, yang didalamnya tersembunyi missi bagi kaum yang
yaqin kepada Allah SWT, dan petunjuk bagi orang yang taqwa, serta
cahaya bagi orang-orang ma’rifat.
Siapa
yang merenungkan rahasia “kesertaan” bersama Allah swt, berarti paling
fasih mengungkapkan hadits ini, melainkan senantiasa karena cintanya
kepada Allah SWT, dan mencintai orang yang dicintai Allah SWT, dan
mencintai Allah SWT.
Begitu
juga kaum arifin – semoga ridho Allah SWT, mencurah pada mereka – , dan
siapakah arifin itu? Mereka adalah kaum yang bercahaya hatinya, yang
senantiasa memiliki kebeningan batin, dan tonggak dalam qalbunya.
Sesungguhnya Allah SWT,
menyebutkan secara tegas dalam kitabNya, bagi para hamba-hambaNya:
Perintah dan laranganNya, janji dan ancamanNya, kabar gembira dan dan
kabar peringatan, qodho’ dan qodarNya, hukum dan aturanNya, kehendakNya
pada makhlukNya, dan sejumlah contoh-contoh dariNya, penyebutan
panji-panji dan nikmatNya, kelembutan dibalik ciptaanNya, keparipurnaan
kuasaNya dan keagungan Rububiyah-Nya, lalu Allah SWT, berfirman:
“Sesungguhnya dalam hal itu semua adanya peringatan bagi orang yang mempunyai qalbu.”
Allah SWT, mempersaksikan ayat ini kepada semua hambaNya, apalagi bagi mereka yang memiliki qalbunya akan meraih Allah SWT, memuliakannya, sekaligus menjelaskan bahwa mereka memiliki derajat yang lebih dibanding yang lain.
Sebagian para mufassir (ahli tafsir) berkata, mengenai tafsir ayat tersebut:
“Bagi mereka yang memiliki qalbu.” Yakni qalbu yang sangat percaya terhadap apa yang telah disebutkan oleh Allah SWT, dalam kitabNya, baik dalam soal janji maupun ancaman dan lain sebagainya.”
Artinya
bagi mereka yang berakal sehat.” Lalu dengan akal sehatnya ia bisa
mencegah diri dari kesesatan, maksiat dan penyimpangan dalam berbagai
kondisi dan situasi.
“Bagi yang memiliki rasa hati, yang dengan rasa hati itu ia lari dari kemusyrikan dan keragu-raguan.”
“Bagi
yang yang memilki rasa yaqin, dimana seluruh tipudaya gugur karenanya,
hingga sampai pada Dia Raja Yang Maha Ampun,” kata seorang mufasir
lain.
“Bagi orang yang memiliki rahasia batin, sehingga sifat ubudiyahnya tersirnakan oleh sifat RububiyahNya, ketika musyahadah (maqam penyaksian) pada Allah SWT,”.
“Bagi orang yang memilki rahasia batin yang istiqomah bersama Allah SWT, tanpa sedikit pun berpaling dari-Nya untuk selain-Nya..”
“Bagi yang punya qalbu yang tersendiri karena penunggalan Yang Maha Tunggal.”
Sebenarnya Allah SWT, merias hati kaum arifin dengan
ma’rifat-Nya, dalam rangka memberikan kemuliaan dan anugerah. Sedangkan
bagi kaum penempuh, dihiasi dengan memandang Kebesaran dan
Kharisma-Nya, sebagai bentuk rahmat dan kebajikan-Nya.
Allah SWT, menghijab hati orang yang alpa dengan kebodohan dan kelalaian, sebagai bencana dan penghinaan. Allah SWT, mencetak qalbu orang kafir dengan penjauhan dan pengingkaran, sebagai penolakan dan penghalangan.
Qalbu Makhluk Qalbu makhluk itu ada tiga:
1. Qalbu yang terbang di seputar dunia dengan syahwat-syahwatnya.
2. Qalbu yang terbang di akhirat dengan anuegrah kemuliaan.
3. Qalbu yang terbang di Sidrotil Muntaha dengan kemesraan dan munajat.
Berarti
ada qalbu yang bergantung pada dunia, ada qalbu yang bergangtung pada
akhirat dan ada qalbu yang bergantung kepada Allah SWT.
Qalbu yang terbakar Qalbu yang tenggelam Qalbu yang terhanguskan.
Ada qalbu yang menunggu anugerah. Ada qalbu yang menunggu RidhoNya, Ada qalbu yang menunggu bertemu denganNya.
Ada qalbu yang terlapangkan. Ada qal;bu yang terlukai. Ada qalbu yang terlempar.
Qalbun Munib adalah qalbu Nabi Adam as. Qalbun Salim adalah qalbu Nabi Ibrahim as. Qalbun Munir adalah qalbu Nabi Muhammad saw.
Sayyidi Syaikh Ahmad Rifa'i
Sang Wali Quthub
يقول
الإمام عز الدين الفاروقي في كتابه "إرشاد المسلمين": أخبرني أبي الحافظ
محي الدين أبو إسحق عن أبيه الشيخ عمر الفاروقي أنه قال: كنت مع وشيخنا
السيد أحمد الكبير الرفاعي الحسيني عام حجه الأول وذلك سنة خمس وخمسين
وخمسمائة، وقد دخل المدينة يوم دخوله القوافل إليها قوافل الزوار من الشام
والعراق واليمن والمغرب والحجاز وبلاد العجم وقد زادوا على تسعين ألفا،
فلما أشرف على المدينة المنورة ترجل عن مطيته ومشى حافيا إلى أن وصل الحرم
الشريف المحمدي ولا زال حتى وقف تجاه الحجرة العطرة النبوية فقال : السلام
عليك يا جدي، فقال رسول الله له: "وعليك السلام يا ولدي"، سمع كلامه الشريف
كل من في الحرم النبوي، فتواجد لهذه المنحة العظيمة والنعمة الكبرى وحنَّ
وأنَّ وبكى وجثا على ركبتيه مرتعدا ثم قام وقال:
في حالة البعد روحي كنت أرسلها تقبل الأرض عني وهي نائبتي
وهذه دولة الأشباح قد حضرت فامدد يمينك كي تحظى بها شفتي
فمدَّ
له رسول الله صلى الله عليه وسلم يده الشريفة النورانية من قبره الأزهر
الكريم فقبلها والناس ينظرون، وقد كان في الحرم الشريف الألوف حين خروج
اليد الطاهرة المحمدية
Syaikh
Ahmad ar-Rifa’i al-Kabir, seorang ulama yang tenar dengan kedalaman
ilmunya, zuhud dan ketakwaanya, adalah salah satu auliya’ ‘arif billah,
yang diberi anugerah oleh Allah dengan karamah yang banyak yang masyhur
dan ditulis oleh banyak ulama dalam kitab-kitab mereka.
Diantara
karamahnya yang termashur dari beberapa karamah yang diberikan oleh
Allah adalah beliau mencium tangan kakeknya yang tidak lain adalah
Sayyidina Muhammad Saw. Dan kisah ini telah diceritakan dari generasi ke
generasi hingga layaknya mencapai derajat mutawatir.
Kisah
ini telah disebutkan dan ditetapkan banyak ulama, diantaranya adalah
al-Hafidz as-Suyuthi, al-Muhaddits al-Munawi, Imam asy-Sya’rani dan para
ulama besar lainya. Telah berkata al-Imam Izuddin al-Faruqi dalam kitab
Irsyad al-Muslimin:
“Ayahku
al-Hafidz Muhyiddin Abu Ishaq bercerita dari ayahnya Syaikh Umar
al-Faruqi bahwa belaiau berkata: “Saya bersama guruku Sayyid Ahmad
al-Kabir ar-Rifa’i al-Husaini Ra. saat hajinya yang pertama yaitu tahun
555 H. Beliau masuk ke Kota Madinah di saat rombongan dari Syam, Iraq,
Yaman, Maghrib, Hijaz dan negeri non Arab yang lain jumlahnya lebih dari
90 ribu jamaah. Dan ketika beliau mulai mendekati kota Madinah ia pun
turun dari kendaraan dan memilih berjalan kaki tanpa alas. Hingga sampai
pada makam yang penuh semerbak wangi kenabian, maka ia pun mengucapkan
salam: “Assalamu’alaika wahai kakek.”
Lantas terdengar suara dari makam Rasulullah yang mulia: “Wa’alaikumussalam wahai putraku.”
Beliau
pun merasa mendapat anugerah dan nikmat yang agung. Akhirnya beliau
terduduk seraya gemetar bersuara merintih pelan sambil menangis lalu
berdiri sambil berkata:
تقبل الأرض عني وهي نائبتي
في حالة البعد روحي كنت أرسلها
“Saat
aku jauh, aku hanya mengirimkam ruhaniyahku ke sini mengecup bumi
tempat Engkau dimakamkan sebagai ganti aku sowan menghadapmu.”
فامدد يمينك كي تحظى بها شفتي
وهذه دولة الأشباح قد حضرت
“Dan
kini ragaku telah hadir di hadapanmu, maka sudilah Engkau ulurkan
tangan kananmu agar bibirku mendapat bagian untuk mengecup tanganmu.”
Lantas
Rasulullah Saw. mengulurkan tangan nuraniyah (yang bercahaya)nya nan
mulia dari dalam kubur. Lantas beliau Syaikh Ahmad ar-Rifa’i mencium
tangan Baginda Rasul Saw. yang mulia dan disaksikan banyak orang.
Diantara
para pembesar ulama di zaman itu yang hadir adalah Syaikh Hayat
al-Harani, Syaikh ‘Adi bin Musafir, Syaikh Aqil al-Manji, Syaikh Ahmad
az-Zahir al-Anshori dan banyak lagi kaum muslimin lainnya. Mereka semua
mendapatkan berkah dan kemuliaan dengan melihat tangan Rasulullah Saw.
berkat Syaikh Ahmad ar-Rifa’i.
Sayyidi
Syaikh al-Imam Ahmad Al-Rifa'i.qs, tokoh sufi di mana Tarikat
Rifa'iyyah dibangsakan, yang lahir dengan nama Ahmad bin Shalih,
diketahui memiliki sejumlah nama seperti Ahmad bin Abi'l Hasan
Al-Rifa'i, Ahmad bin Ali Abul Abbas, Syaikh Ahmad kabir Rifa'i, atau
nama lengkapnya Sidi Ahmad bin Yahya bin Huzain bin Rifa'ah. Ia
dilahirkan pada bulan Muharram tahun 500 Hijriah/ September 1106 Masehi
tetapi ada juga yang menyatakan kelahirannya pada bulan Rajab tahun 512
H/ Oktober-November 1118 Masehi. Sebagian sumber menyebut Syaikh Ahmad
Rifa'i lahir di Marokko, tetapi sumber yang kuat menyatakan ia lahir di
Qaryah Hassan, dekat Basrah di Irak. Menurut satu cerita, nama Rifa'i
berkaitan dengan nama Suku Rifa'i yang tinggal di Makkah sejak tahun 217
H tetapi pindah ke Sevilla di Spanyol. Pada masa kakek Syaikh Ahmad
Rifa'i pada tahun 450 H, datanglah keluarga Rifa'i ke Basrah. Oleh
karena datang dari barat, maka kakek Syaikh Ahmad Rifa'i memakai nama
Al-Maghribi. Sebagian meriwayatkan, ayah dari Syaikh Ahmad Rifa'i yang
pindah dari Maghrib ke Irak, tinggal di kota Ummu ‘Ubaidah di Batha'ih.
Menurut
riwayat, ketika berusia 7 tahun ayahanda Syaikh Ahmad Rifa'i wafat di
Baghdad. Ia kemudian diasuh oleh pamannya, Syaikh Mansyur Al-Batha'ih,
yang tinggal di Basrah. Asy-Sya'rani dalam kitab Lawaqihul Anwar
menuturkan bahwa Syaikh Mansyur Al-Batha'ih adalah seorang syaikh
thariqah. Dalam sejarah hidup Syaikh Ahmad, ia pertama kali belajar
Ilmu Fiqih Mazhab Syafi'i dengan mempelajari Kitab Al-Tanbih dari Syaikh
Abul Fadl Al-Wasithi, akan tetapi belakangan ia lebih cenderung kepada
ilmu tasawuf. Kecenderungan kepada tasawuf itu kemungkinan disebabkan
oleh lingkungan keluarganya yang menganut gerakan sufisme dan bahkan
paman yang mengasuhnya adalah guru besar (syaikh) tarikat. Bahkan di
bawah bimbingan sang paman, Syaikh Mansyur Al-Batha'ih, Syaikh Ahmad
Rifa'i memasuki dunia tasawuf secara mendalam sampai ia menggantikan
kedudukan sang paman sebagai syaikh.
Syaikh Sholah ‘Azham, penulis masalah-masalah tasawuf asal Mesir,
menuturkan kisah pemilihan syaikh yang patut menggantikan kedudukan
Syaikh Mansyur Al-Batha'ih yang sudah tua dan sakit-sakitan. Syaikh
Mansyur Al-Batha'ih ingin memilih khalifah penggantinya. Para murid dan
pengikut yang berjumlah ribuan memohon kepada Syaikh Mansyur
Al-Batha'ih agar secepatnya memilih putera Syaikh Mansyur Al-Batha'ih
sendiri yang bernama Ahmad untuk menggantikan kedudukan syaikh. Namun
Syaikh Mansyur Al-Batha'ih malah memilih Ahmad bin Shalih, keponakannya
yang sejak kecil telah diasuhnya. Para murid dan pengikut sangat kecewa
dengan pilihan Syaikh Mansyur Al-Batha'ih. Mereka diam-diam menghadap
isteri Syaikh Mansyur Al-Batha'ih, memohon agar bersedia membujuk
suaminya untuk membatalkan pilihannya pada Ahmad bin Shalih dan memilih
Ahmad bin Mansyur sebagai pengganti.
Faham dengan keinginan murid-murid dan pengikutnya, Syaikh Mansyur
Al-Batha'ih berencana mengadakan sayembara model sufi. Satu hari
dipanggilnya sepuluh orang murid senior, termasuk puteranya, Ahmad bin
Mansyur, dan keponakannya, Ahmad bin Shalih. Masing-masing mereka diberi
seekor burung merpati dan sebilah pisau disertai perintah untuk
berlomba menyembelih burung tersebut, dengan syarat dilakukan di tempat
tersembunyi yang tidak diketahui oleh siapa pun. Lalu para peserta
sayembara itu berhamburan ke berbagai arah untuk menjalankan tugas
masing-masing.
Dalam
waktu tidak lama, berdatanganlah para murid senior membawa
burung-burung merpati yang telah tersembelih. Setelah itu, puteranya,
Ahmad bin Mansyur datang pula dengan burung merpati yang telah
tersembelih. Hanya Ahmad bin Shalih yang datang paling akhir dengan
burung merpati masih hidup dan belum disembelih.
Di
hadapan murid-murid senior dan puteranya, Syaikh Mansyur Al-Batha'ih
bertanya kepada Ahmad bin Shalih,"Wahai Ahmad, kenapa engkau datang
terlambat? Dan kenapa pula burungmu belum kau sembelih?"
Dengan takzim Ahmad bin Shalih menjawab,"Maafkanlah saya paman, saya
tidak dapat melaksanakan perintahmu. Sebab saya tidak bisa membohongi
diri saya sendiri. Saya tidak menemukan tempat seperti yang paman
maksudkan. Saya tidak menemukan tempat yang bebas dari pengawasan.
Setiap tempat yang saya datangi senantiasa saya rasakan Allah selalu
hadir dan mengawasinya."
Mendengar jawaban Ahmad bin Shalih, Syaikh Mansyur Al-Batha'ih dan
para murid serta puteranya terpukau. Sebab yang disampaikan Ahmad bin
Shalih itu menunjukkan betapa tinggi tingkat muraqabah Ahmad bin Shalih.
Untuk itu, Syaikh Mansyur Al-Batha'ih menetapkan pilihan dengan berkata,"Turiiduna li mahbubikum, wa Allahu yuuridu li mahbubih" (kalian menghendaki orang yang kalian sukai, tetapi Allah lebih menghendaki orang yang Dia sukai).
Demikianlah,
Ahmad bin Shalih Al-Rifa'i terpilih secara mutlak sebagai pengganti
Syaikh Mansyur Al-Batha'ih. Sekali pun mengganti kedudukan Syaikh
Mansyur Al-Batha'ih, namun ajaran yang dikembangkan Syaikh Ahmad Rifa'i
tidak sama persis dengan yang diajarkan Syaikh Mansyur Al-Batha'ih,
karena Syaikh Ahmad Rifa'i juga memperoleh ijazah dari guru sufi yang
lain, yaitu Syaikh Abdul Malik Al-Kharnubi.
Ketika Syaikh Ahmad Rifa'i bertemu dengan seorang wali bernama Syaikh
Abdul Malik Al-Kharnubi, ia diberinya pelajaran berupa sindiran: "Orang
yang berpaling dia tiada sampai. Orang yang ragu-ragu tidak mendapat
kemenangan. Barangsiapa tidak mengetahui waktunya kurang, maka semua
waktunya telah kurang." Sindiran itu sangat berkesan bagi Syaikh Ahmad Al Rifa'i. Setahun lamanya Syaikh Ahmad Rifa'i mengulang-ulang perkataan ini.
Setelah setahun Al-Rifa'i datang kembali menemui Syaikh Abdul Malik
Al-Kharnubi dan meminta wasiat lagi. Syaikh Abdul Malik Al-Kharnubi
kemudian berkata, "Sangatlah keji kejahilan bagi orang-orang
yang mempunyai Akal. Sangatlah keji penyakit pada sisi semua dokter.
Sangatlah keji sekalian kekasih yang meninggalkan Wushul." Syaikh
Ahmad Al-Rifa'i kembali mengulang-ulang perkataan itu selama setahun
dan ia banyak mendapat manfaat dari perkataan itu karena perkataan itu
diresapi, dihayati dan diamalkan.
Selain
menuntut ilmu pada pamannya tersebut, ia juga berguru pada pamannya
yang lain, Abu Al-Fadl Ali Al-Wasiti, terutama tentang mazhab fikih Imam
Syafi’i. Pada usia 21 tahun, ia telah berhasil memperoleh ijazah dari
pamannya dan khirqah sembilan sebagai pertanda sudah mendapat wewenang
untuk mengajar.
Syaikh Ahmad Rifa'i dikenal sebagai rujukan ilmu thariqah di
jamannya, karena ia dianggap memiliki ilmu haqiqat yang tinggi dan
sebagai wali quthub yang agung dan masyhur sesudah jaman Sayidi Syaikh
Abdul Qadir Al-Jailany. Ke mana pun ia pergi, para pengikutnya selalu
mengikutinya. Itu sebanya, para pengikutnya dikenal dengan sebutan "Al-Thoifah Al-Rifa'iyah".
Dijuluki
dengan Muhiyyudin dan Sayyid al-‘arifin (penghulu para ‘arif). Berasal
dari Maghribi dan terlahir di Bathaih yang kemudian menjadi tempat
tinggalnya.
Kualitas,
kemasyhuran dan tingkatan spiritualnya sulit untuk dilukiaskan dengan
kata-kata. Beliau adalah salah seorang dari empat orang yang dianugerahi
kemampuan menyembuhkan lepra, kebutaan, menghidupkan orang mati, dengan
izin Allah.
Beliau
termasuk salah satu orang termasyhur di dunia. Muridnya berasal dari
berbagai makhluk dan berbagai negara. Banyaknya tidak terhitung. Tidak
ada satu negara muslimpun yang tidak memiliki zawiyahnya.
Beliau
adalah orang yang sering bermujahadah, beliau juga termasuk salah satu
orang yang menguasai berbagai kondisi spiritual dan rahasia-rahasianya.
Kepada beliaulah kepakaran ilmu ini dinisbathkan. Beliau terangkan
berbagai kondisi spiritual dan memberikan solusi atas berbagai
permasalahan dalam posisi mereka. Berbagai pernyataan berkualitas tinggi
dalam tasawuf dinisbathkan kepada beliau.
Beliau
termasuk orang tawadhu’ dan melepaskan dirinya dari dunia, tidak pernah
menyimpan apapun. Ketika ada yang bertanya kepadanya tentang
pernyataannya, “Sendiri lebih baik dari pada teman jelek”. Beliau
menjawab, “di Zaman sekarang ini orang saleh lebih baik dari pada teman
duduk. Karena memandangnya adalah obat dan tidak ada jalan menuju
keselamatan kecuali tauhid”.
Berkenaan
dengan pemutusan hubungan kepada selain Allah lari dari segala sesuatu
kepada Allah dan meninggalkan apapun selain Allah, beliau menyitir
sebuah sya’ir:
Bagaimana kalian bisa bergembira, sedangkan hidup adalah kesedihan
Bagaimana kalian bisa ridha, sedangkan Al-Anaam (sang pencipta murka).
Wahai yang menjadikan antara aku dan kehidupan
Dan menjadikan antara aku dan alam kehancuran
Jika Engkau meneriakkan cinta, maka semua menjadi hancur
Dan semua yang ada di atas tanah menjadi debu.
Syaikh
Syamsudin Abu Mudzafar Yusuf Sabt ibn Jauzi dalam kitab tarikh
karangannya menyatakan salah seorang syaikh kami berkisah, “Pada suatu
malam di pertengahan bulan sya’ban, aku mendatangi Syaikh Ahmad Rifa’i
dan mendapati sekitar 100 ribu orang sedang berkumpul. ‘Ini adalah
kumpulan yang sangat besar kataku kepadanya. Beliau balik berkata,
‘Engkau akan mendapat kerugian sebaimana yang didapat Hamman jika
terbetik dalam hatimu bahwa akulah pemimpin kumpulan ini’”.
Pernah
suatu ketika, di sebuah desa bernama Ummu Ubaidah, para pejabat,
pembesar ulama, masyayikh dan masyarakat umum berlebur mengikuti
pengajian Syaikh Ahmad ar-Rifa’i. Pengajian yang saat itu diikuti
sekitar 100.000 orang. semua berbondong-bondong mendengarkan nasihat dan
mauizahnya. Setelah pengajian, pembesar ulama Irak dan ulama lainnya
mendatangi ar-Rifa’i guna menanyakan tentang problema agama. Aneka ragam
pertanyaan tentang Tafsir, Hadis, Fiqih, Usul Fiqih dan lainnya segera
dilontarkan kepadanya. Pertanyaan itu mencapai 200 soal seputar problema
aktual masyarakat. Semua itu dijawab oleh ar-Rifa’i tanpa merubah
tempat duduknya. Lalu ada hadirin yang berdiri seraya berkata, “Apakah
kalian sudah cukup dengan ini?, demi Allah SWT, seandainya kalian
bertanya pada ar-Rifa’i segala bidang ilmu, maka dengan izin Allah SWT
ar-Rifa’i menjawab semua pertanyaan itu tanpa paksaan.” Lalu ar-Rifa’i
tersenyum dan berkata, “Ajaklah mereka, untuk bertanya padaku sebelum
aku tiada dari dunia ini. Karena sesungguhnya dunia sirna, sedangkan
Allah SWT berada dimana-mana.”
Syahdan,
di ruangan masjid terdengar suara menggemuruh, suara tangis menghiasi
suasan majlis. Pengajian itu dibanjiri dengan tetesan air mata dari para
jamaah, semua menagis mendengarkan perkataa ar-Rifa’i. Bahkan, 5 orang
sampai meninggal. Lebih jauh, sebanyak 80.000 jamaah langsung memeluk
Islam, sementara 40.000 jamaah menyatakan bertaubat.
Syaikh
Abu Farj AbduRrahman bin Ali Ar-Rifa’i keponakan dari saudara
perempuannya berkisah, “pada suatu hari aku duduk di tempat yang
membuatku dapat mendengar perkataan dan melihat beliau dengan jelas.
Saat itu beliau duduk seorang diri, tidak didampingi oleh siapapun.
Tiba-tiba seseorang turun dari langit dan duduk di hadapannya. Beliau
berkata, ‘ Selamat datang utusan dari timur.’
‘Dua puluh hari sudah aku tidak makan dan minum. Aku ingin engkau memberi makan keinginanku’, ujar orang tersebut.
‘Apa keinginanmu ?’ tanya beliau.
Orang itu memandang ke lima ekor angsa yang sedang terbang
dan berkata, ‘ Aku ingin salah satu dari angsa tesebut, panggang. Dua
potong roti dan secangkir besar air dingin’.
‘Akan aku berikan semua yang engkau minta’. Jawab sang
Syaikh. Kemudian beliau memandang ke arah angsa-angsa tersebut sambil
berkata, ‘penuhi permintaan orang ini’. Tak lama kemudain salah seekor
dari mereka turun dalam keadaan terpanggang. Setelah itu Syaikh
mengulurakn tangannya mengambil dua buah batu yang ada di sampingnya
yang kemudian berubah menjadi dua potong roti hangat. Kemudian beliau
mengulurkan tangannya ke udara dan saat turun tangan tersebut telah
menggenggam cawan besar merah berisi air. Orang tersebut makan dan minum
lalu kembali terbang kearah datangnya tadi.
Seiring dengan perginya orang tersebut, Syaikh bangkit dan
memungut tulang-tulang angsa tadi, meletakkannya di tangan kiri dan
mengusapnya dengan tangan kanannya seraya berkata, “hai tulang belulang
yang berserakan, dengan perintah Allah terbanglah engkau.
BismiallahiRrahmaanirrahiim." Dengan izin Allah SWT, maka seketika itu
pula angsa tersebut terbang ke udara menghilang dari pandangan kami. “
Syaikh
Jalaludin Abdurrahman As-Suyuti berkata dalam kitabnya At-tanwir bab
imkan rukyatin Nabiyyi SAW (Dimungkinkannya melihat RasuluLlah SAW),
“Syaikh Ahmad Rifa’i berdiri di depan makam RasuluLlah SAW kemudian
beliau bersya’ir
Ketika jauh, rohku yang kukirim sebagai wakilku untuk menciumi tanah kuburmu.
Sekarang yang diwakilkan telah hadir, sekarang ulurkanlah tangan kananmu agar beruntung kedua bibirku.
Seketika itu pula keluarlah tangan Rasulullah SAW dari kuburnya.
Diriwayatkan
salah seorang sahabatnya sering melihat beliau duduk di kursi As-Shidq
dalam mimpimya, namun ia tidak pernah mengabarkan hal tersebut kepada
beliau. Dan sang syaikh diriwayatkan memiliki seorang isteri yang
berlidah tajam dan berperangai kasar.
"Suatu
hari orang tadi menghadap beliau dan mendapati isteri tersebut sedang
memukulkan penyulut lampu ke punggungnya hingga hitam bajunya tanpa
sedikitpun dilawan oleh sang syaikh. Sahabat tersebut keluar dan menemui
para sahabat yang lain kemudian berkata, “Wahai saudara-saudara, sang
syaikh mendapat perlakuan demikian dan demikian….. namun kalian dam
saja.”. Salah seorang berkata, “Maharnya limaratus dinar dan beliau
adalah orang yang miskin”. Sahabat tadi berlalu dan mengumpulkan 500
dinar kemudian pergi menghadap sang Syaikh dan meletakkan uang tersebut
di hadapannya.
"Apa ini ?“ tanya sang syaikh kepada sahabatnya tersebut.
“Ini mahar perempuan yang telah berbuat ini dan itu kepada engkau” jawabnya.
“Tahukah
engkau” ujar sang syaikh, “Jika bukan karena kesabaranku atas pukulan
dan mulutnya, engkau tidak akan melihatku duduk di kursi Ash-Shidq. “
Syaikh
Syamsudin Sabth Ibn Jauzi dalam kitab tarikh berkata, “Ahmad bin Ali
bin Ahmad bin Abu Abas bin Rifa’i adalah syaikh orang-orang Batha'ih,
beliau tinggal di Umm Ubaidah dan dianugerahi berbagai karamah dan
maqam. Diantara para sahabatnya ada yang menunggangi hewan buas dan
bermain dengan ular. Ada pula yang memanjat dan melemparkan dirinyan
dari pohon kurma tertinggi tanpa cedera sedikitpun. Mereka semua
berkumpul satu kali dalam semusim.”
Ketua
para Qadhi Mujiruddin AbruRrahman Al-Amiri Al-‘Alimi Al-Hanbali
Al-Maqdisi dalam kitabnya Al-Mu’tabar fi abna min ‘abar meriwayatkan, “
Beliau adalah Abu Abbas Ahmad bin Abi Al-Hasan Ali bin Abi Abas Ahmad
yang dikenal dengan sebutan bin Rifa’i beliau bermadzhab Syafi’i ,
berasal dari barat dan tinggal di Umm Ubaidah sebuah desa di Bathaih.
Sebuah syair darinya :
Bila gelap tiba, bergolak kalbuku mengingat-Mu
Tangisku bak cicitan burung merpati.
AL-Alamah
Syamsudin bin Nashirudin Ad-Dimasyqi berkata, “Kami belum pernah
mendengar bahwa guru kami Syaikh Abu Abas Ahmad bin Rifa’i merupakan
keturunan salah seorang dari para Imam sebagaimana yang dinyatakan oleh
beberapa imam, atau nasab yang shalih dari Ali bin Abi Thalib atau
kepada keturunan beiau yang mulia. Yang sampai kepada kami, yang dihafal
oleh para Hufadz dan yang kami anggap kuat, beliau adalah Abu Abas
Ahmad bin Syaikh Abi Al-Hasan Ali bin Ahmad bin Yahya bin Hazim bin Ali
bin Rafa’af Al-Maghribi. Berasal dari Iraq dan kata Rifa’i dinisbathkan
kepada kakek buyutnya.
Adalah
ayahnya syaikh Abi Al-Hasan Ali yang datang dari Maghrib dan menetap di
Bathaih. Beliau mengawini saudara perempuan Syaikh Manshur ahli zuhud
,dan dari perkawinan tersebut lahirlah Syaikh Ahmad Rifa’i. Ayahnya
meninggal dunia ketika beliau masih dalam kandungan dan beliau
dilahirkan pada bulan Muharram tahun 500 H. Beliau diasuh oleh paman
dari ibunya sejak saat itu.
Beliau
belajar kepada pamannya, kepada Abi Al Hasan Ali Al-Qaari Az-Zahid dan
lainnya. Kemudian beliau menjadi pemimpin kaum ‘aarif dan salah seorang
wali terbesar dalam sejarah. Beliau wafat 17 tahun setelah Syaikh Abdul
Qadir Al-Jilli, pada bulan Jumadil Ula 587 H”.
Sedangkan Ketua Qadhi Jamaluddin Abu Mahasin Yusuf At-Tadafi mengatakan, “Beliau
adalah Ahmad bin Ali bin Ahmad bin Yahya bin Hazim bin Ali bin Tsabit
bin Ali bin Al-Husain Al-Asghar bin Al-Mahdi bin Muhammad bin Qasim bin
Musa bin AbdurRahim bin Saleh bin Yahya bin Muhammad bin Ibrahim bin
Musa bin Kadzim bin Ja’far As’Shadiq bin Muhammad Al-Baqir bin Ali
Zainal Abidin bin Al-Husain bin Ali bin Abi Thalib.”
Ajaran Syaikh Ahmad Rifa'i
Ajaran tasawuf Syaikh Ahmad Rifa'i banyak diriwayatkan oleh ‘Abdul Wahhab Al-Sya'rani dalam buku At-Thabaqat al-Kubra.
Ajaran zuhud, misal, menurut Syaikh Ahmad Rifa'i adalah landasan
keadaan yang diridlai dan tingkatan-tingkatan yang disunnahkan. Langkah
pertama salik menuju Allah adalah mengarahkan diri sepenuhnya kepada
Allah. Siapa yang belum menguasai landasan kezuhudan, maka
langkah-langkah selanjutnya akan sulit menemukan yang benar. Sedang
ma'rifat, menurut Syaikh Ahmad Rifa'i, adalah kehadiran dalam makna
kedekatan kepada Allah disertai ilmu yaqin sehingga tersingkaplah
hakikat realitas-realitas yang benar-benar meyakinkan. Dalam riwayat
lain, dikisahkan Syaikh Ahmad Rifa'i berkata,"Cinta mengantar pada rindu
dendam, sementara ma'rifat mengantar pada kefanaan - ketiadaan diri."
Ajaran Syaikh Ahmad Rifa'i tidak lepas dari rebana sebagai
pengiring dzikir dan shalawat. Menurut riwayat, suatu saat Syaikh Ahmad
Rifa'i berdzikir dalam keadaan fanaa. Tubuhnya terangkat ke atas dan
dalam keadaan tidak sadar ia menepuk-nepuk dadanya. Allah memerintahkan
kepada malaikat untuk memberinya rebana di dadanya. Tetapi Syaikh Ahmad
Rifa'i tidak ingat apa-apa akibat terlalu khusyuknya. Sejak saat itu,
rebana menjadi bagian dari ajaran tarikat Ar-Rifa'iyyah.
Untuk menuju kepada Tuhan, Al-Rifa'i mengajarkan dzikir yang
diformulasi dengan irama dan intonasi suara yang lantang dengan tujuan
supaya yang tidur bangun dan yang alpa menjadi ingat. Oleh karena cara
berdzikir yang berirama itu, dunia Barat menyebut dzikir Tarikat
Rifa'iyyah dengan sebutan Darwis Menangis, terutama karena suara-suara
ganjil yang dihasilkan pada dzikir berjama'ah Tarikat Rifa'iyyah. Ada
pula yang menyebut dzikir Rifa'iyyah dengan sebutan Dzikir Arra, yaitu
"dzikir menggergaji" terutama yang dijalankan Tarikat Rifa'iyyah di Asia
Tengah dan Turki. Sebagian penganut Tarikat Rifa'iyyah menyatakan tidak
tahu pasti apakah Dzikir dengan suara lantang itu diajarkan oleh Syaikh
Ahmad Rifa'i sendiri atau ada pengaruh dari Tarikat Yasawiyyah yang
dibangsakan kepada Syaikh Ahmad Yasawi, di mana Syaikh Ahmad Yasawi
dikenal sebagai pelopor dzikir lantang karena ia seorang sastrawan sufi.
Dalam kitab at-Thabaqat al-Kubra diterangkan, pada saat mengajar
Syaikh Ahmad Rifa'i suaranya terdengar oleh orang-orang yang tinggal
jauh dari tempatnya seolah semua bisa mendengar apa yang disampaikan
sama seperti orang yang dekat dengan tempatnya mengajar. Saat Syaikh
Ahmad Rifa'i mengajar, penduduk di sekitar Ummi Abidah beramai-ramai
keluar dari rumahnya untuk mendengarkan apa yang disampaikan oleh Syaikh
Ahmad Rifa'i. Konon, orang yang tuli pun jika hadir mengaji, akan
dibukakan pendengarannya oleh Allah sehingga bisa mendengar apa yang
disampaikan Syaikh Ahmad Rifa'i. Para guru tarikat banyak yang hadir
untuk mendengarkan wejangan Syaikh Ahmad Al-Rifa'i. Mereka biasanya
menggelar sajadah sebagai tempat duduk. Setelah Syaikh Ahmad Al-Rifa ‘i
selesai memberi pelajaran, mereka pulang sambil menempelkan sajadah ke
dada mereka masing-masing. Setelah sampai di rumah, mereka dengan
lancar bisa menjelaskan semua yang telah mereka dengar kepada para
muridnya.
Dari
berbagai ajaran Al-Rifa'i yang paling menonjol dan terkenal adalah
Dabus, suatu didikan yang luar biasa ganjil. Annemarie Schimmel dalam
Mystical Dimensions of Islam (1975) menganggap Tarikat Rifa'iyyah
sebagai tarikat ganjil karena melatih murid-muridnya untuk tahan api,
melukai diri sendiri dengan benda-benda tajam, berjalan di atas pecahan
kaca, mematukkan diri dengan ular berbisa, memakan kaca, ditusuk
benda-benda runcing (dabus), dengan anggapan murid-murid yang mencapai
tahap fana tidak lagi memiliki rasa sakit karena sangat dzikir kepada
Allah.
Asy-Sya'rani
mengomentari kedudukan Al-Rifa'i dalam kedudukan tasawuf dengan
ungkapan,"Dia adalah seorang tokoh dalam tasawuf, mengenal berbagai
keadaan kaum sufi, dan banyak menuingkap masalah-masalah posisi mereka.
Setiap kali ia keluar, ia selalu diikuti orang banyak. Dia memiliki
murid."
Keanehan
dalam berbagai hal, tidak hanya dimiliki Al-Rifa'i, banyak hal aneh
yang juga sering terjadi pada diri murid Syaikh Ahmad Rifa'i seperti
mampu masuk ke dalam api yang sedang menyala, menjinakkan binatang buas
seperti harimau, membuat hewan buas patuh dan menuruti apa yang mereka
katakana, sehingga singa pun dapat dijadikan kendaraan oleh mereka. Di
Mesir banyak cerita tentang bagaimana murid-murid Tarikat Rifa'iyyah
menolong orang-orang yang dipatuk ular cobra. Pendek kata, berbagai
keajaiban ditunjukkan oleh murid-murid Tarikat Rifa'iyyah.
Tiga ajaran dasar
Setiap
tarekat memiliki amalan zikir atau wirid. Zikir dan wirid ini merupakan
amalan ‘pokok’ yang harus dilaksanakan oleh setiap anggotanya.
Dalam keseharian, mereka harus menjalankan praktik zikir atau wirid ini. Umumnya, hal itu dilaksanakan setelah shalat fardhu.
Tentu
saja, wirid dan zikir antara satu tarekat dengan lainnya berbeda-beda.
Termasuk dalam hal ‘lelaku’ atau gerakan zikir ini.
Namun,
satu hal yang menjadi kesamaan hampir dalam seluruh tarekat adalah
zikir kalimat tahlil, yakni La Ilaha illallah (Tiada Tuhan kecuali
Allah). Kalimat ini senantiasa dibaca secara berulang-ulang.
Bentuk
lainnya berupa zikir vokal yang diucapkan secara teratur oleh kaum
Rifa’iyah dalam zawiyah mereka. Dalam beberapa cabang Rifa’iyah, para
pengikut mengucapkan berbagai doa dan selalu melafalkan nama-nama Allah
(Asmaul Husna). Misalnya, Allah, Hu (Dia), Hayy (Yang Hidup), Haqq (Yang Nyata), Qayyum (Yang Mandiri), Rahman (Yang Pengasih), Rahim (Yang Penyayang), dan lainnya.
Ciri
khas Tarekat Rifa’iyah terletak pada zikirnya. Zikir kaum Rifa’iyah ini
disebut ‘darwis melolong’ karena dilakukan bersama-sama dan diiringi
oleh suara gendang yang bertalu-talu. Zikir tersebut dilakukannya sampai
mencapai suatu keadaan.
Dalam
beberapa cabang, pengikut Rifa’iyah harus mengasingkan diri dan
melakukan penyendirian spiritual (khalwat). Praktik ini biasanya
dilakukan paling sedikit selama satu pekan pada awal Muharram.
Menurut Sayyid Mahmud Abul Al-Faidl Al-Manufi, Tarekat Rifa’iyah mempunyai tiga ajaran dasar, yaitu
- tidak meminta sesuatu,
- tidak menolak, dan
- tidak menunggu.
Sementara
itu, menurut Asy-Sya’rani, tarekat ini menekankan pada ajaran asketisme
(zuhud) dan makrifat (puncak tertinggi dalam ajaran tasawuf).
Dalam
pandangan Syekh Ar-Rifa’i, sebagaimana diriwayatkan Asy-Sya’rani,
asketisme merupakan landasan keadaan-keadaan yang diridhai dan
tingkatan-tingkatan yang disunahkan.
Asketisme
adalah langkah pertama orang menuju kepada Allah, mendapat ridha dari
Allah, dan bertawakal kepada Allah. “Barangsiapa belum menguasai
landasan kezuhudan, langkah selanjutnya belum lagi benar,” kata Syekh
Ar-Rifa’i,
Mengenai
makrifat, Syekh Ar-Rifa’i berpendapat bahwa penyaksian adalah kehadiran
dalam makna kedekatan kepada Allah disertai ilmu yakin dan
tersingkapnya hakikat realitas-realitas secara benar-benar yakin.
Menurutnya, cinta mengantar rindu dendam, sedangkan makrifat menuju
kefanaan ataupun ketiadaan diri.
Irhamni
MA dalam tulisannya mengenai Syekh Ahmad Ar-Rifa’i mengungkapkan bahwa
pendiri Tarekat Rifa’iyah ini semasa hidupnya pernah mengubah sebuah
puisi bertema Cinta Ilahi.
“Andaikan
malam menjelang, begitu gairah kalbuku mengingat-Mu. Bagai merpati
terbelenggu atau meratap tanpa jemu. Di atasku awan menghujani derita
dan putus asa. Di bawahku lautan menggelorai kecewa.
Tanyalah
atau biarlah mereka bernyawa. Bagaimana tawanan-Nya bebaskan tawanan
lainnya. Sementara dia bisa dipercaya tanpa-Nya. Dan dia tidak terbunuh,
kematian itu istirah baginya. Bahkan, dia tidak dapat maaf sampai bebas
karenanya.”
Syair
di atas merupakan salah satu bentuk asketisme yang dilakukan Syekh
Ahmad Rifa’i dalam mencapai hakikat tertinggi mengenal Allah, yakni
makrifat.
Ayomi Anak Yatim dan Orang Miskin
Ar-Rifa’i
tumbuh sebagai pribadi yang disegani olah masyarakat. Baik dari
kalangan atas ataupun kalangan bawah. Ini bisa dilihat dari kebiasaan
beliau bermasyarakat. Selain ibadah dan zikir kepada Allah SWT, beliau
tidak serta merta melupakan masyarakat sekitarnya. Terlihat ar-Rifa’i
suka berkumpul bersama anak yatim dan fakir-miskin. Setiap hari
ar-Rifa’i mendidiki dan mengajar anak yatim tentang Syariat Islam.
Ar-rifa’i juga sering memberi makan dan bingkisan kebutuhan sehari
kepada mereka. Rasa sayang ar-Rifa’i kepada anak yatim tak ubanhnya ia
menyayangi keluarganya sendiri, sehingg terkadang ar-Rifa’i merasa iba
dan terharu saat melihat anak yatim menangis. Ar-Rifa’i berkata, “Ketika
saya melihat anak yatim menangis, maka seluruh badanku bergoncang
keras.” Dan tampa terasa deraian air mata membasahi pipi ar-Rifa’i.
Selain
sangat cinta kepada anak yatim, ar-Rifa’i juga hobi bercengkrama dengan
masyarakat yang kurang mampu. Hampir setiap hari beliau bersama mereka.
Bahkan, beliau sering memenuhi kebutuhan mereka serta memberinya uang
tanpa meminta imbalan dan banyak pertanyaan. Pada suatu hari ar-Rifa’i
mengumpulkan kayu bakar. Setelah kayu bakar terkumpul ar-Rifa’i lalu
membagi-bagi kayu itu kepada para orang miskin, anak nyatim, orang
sakit, tokoh masyarakat dan kepada teman-temanya. Ar-Rifa’i juga sering
berkumpul makan dengan mereka, bahkan beliau juga pernah mencucikan baju
temanya tanpa ada rasa malu. Semua itu beliau lakukan sebagai perantara
mendekatkan diri kepada Allah SWT. Ar-Rifa’i berkata, “Syafaqah (kasih
sayang) kepada saudara kita termasuk media yang dapat mendekatkan diri
kepada Allah SWT.”
Sebab
kasih sayang ar-Rifa’i pada mereka, ar-Rifa’i mendapat gelar Abal-Aytâ
dan Abal-Miskîn (ayah anak yatim dan orang miskin). Berkat kemuliaan
akhlak dan kasih sayingnya, banyak masyarakat yang memeluk ajaran Islam.
Selain kepada anak yatim dan golongan miskin, kasih saying ar-Rifa’i
juga kentara kepada para ulama, tokoh masyarakat, tetangga, guru, orang
buta, orang sakit dan orang pincang.
Pujian Dari Para Ulama
Perangai seorang ulama besar memberikan dampak yang
sangat baik bagi masyarakat umum. Terutama dari para ulama baik dari
para Muhaddistin, para Fuqoha’. Semua mengakui atas kewalian dan ibadah
yang beliau tekuni. Salah satunya adalah dari ulama fiqh yang pepoler di
kalangan ulama, ia adalah Imam Ar-Râfi’i. Imam Ar-Rofi’i berkata dalam
salah satu naskanya “ Bercerita padaku as-Syekh Abu Syujâ’ as-Syafi’i,
beliau bercerita ‘ As-Sayyid Ahmad ar-Rifa’i adalah sesosok ulama yang
tenggelam dalam keilmuan, ilmu yang di dapat menacap didadanya,
muhaddist dan faqih (faham dalam masalah fiqih), mufassir yang mempunyai
sanad yang lengkap’”.
Imam
ad-Dzahaby r.a berkata tentang biografi Imam Ahmad ar-Rifa’i “ Imam
Ahmad ar-Rifa’i al-Kabîr adalah termasuk imâm (pemimpin), ahli ibadah,
zuhud (tidak senang dengan dunia), dan Syaikhul-ârifîn (guru para
ma’rifatullah).
Dan
masih banyak ulama baik dari bidang hadist, fiqh dan sejarah mengakui
atas kewalian dan perangai sebagai hamba yang selalu ingat pada Allah.
Dan juga banyak yang tertarik untuk menceritakan biografi Imam Ahmad
Ar-Rifa’i, di antaranya Imam as-Suyûty, Imam ar-Rofi’i, Imam ad-Dzahaby
dalam kitab sejarahny, dan lain-lainya.
Zuhud Dan Tawadu’
Al-Imam Al-Ghost Al-Qothbu Sayyid Ahmad Ar-Rifa’i setiap
hari selalu di hiasi dengan sesosok hamba yang tidak senang dunia.
Beliau pasrahkan segala sesuatau pada Allah. Sifat zuhud inilah yang
membuat beliau di angkat menjadi Auliyaul-llah. Beliau juga selalu
merendahkan diri di hadapan manusia. Sifat kewalian yang beliau miliki
tidak membuat beliau angkat kepala di hadapan para manuisa, bahkan
beliau di anggat derajatnya krna sifat zuhud dan tawadu’ beliau.
Imam
ar-Rifa’i perna berkata “ Selama aku menempuh suluk kepada Allah swt,
aku tidak perna melihat sesuatu yang lebih deket (kepada Allah), lebih
gampang, dan lebih baik dari kefaqiran dan hina “. Beliau lalu di tanya “
Bagaimana bisa itu terjadi, Wahai Sayyid ku “. Beliau menjawab “
mulyakanlah perintah Allah swt, berbelas kasihlah pada hamba Allah, dan
ikutilah sunnah Rasulullah SAW“.
Keteladanan Hidup Syaikh Ahmad Rifa'i
Salah satu dari sekian banyak budi pekerti yang diteladankan Syaikh
Ahmad Rifa'i adalah seringnya ia mengunjungi tempat orang-orang
berpenyakit kusta. Ia tidak sekedar mengunjungi, tetapi mencuci bersih
pakaian orang-orang berpenyakit kusta yang sangat menjijikkan menurut
pandangan umum itu. Dipeliharanya orang-orang yang sedang sakit itu
dengan mengantarkan makanan untuk mereka dan ia juga turut makan
bersama-sama mereka tanpa merasa jijik.
Ketika Syaikh Ahmad Al Rifa'i datang dari perjalanan dan telah dekat
dengan kampungnya, maka dipungutnya kayu bakar. Setelah itu
dibagi-bagikannya kayu bakar itu kepada orang-orang sakit, orang buta,
orang-orang tua dan orang yang membutuhkannya. Syaikh Ahmad Rifa'i
berkata, "Mendatangi orang-orang yang semacam itu adalah wajib bagi
kita dan bukan sekedar sunnah. Nabi Saw bersabda : "Barang siapa yang
memuliakan orang tua muslim, maka Allah akan meluluhkan orang untuk
memuliakannya jika ia sudah tua".
Setiap berada dijalan, Syaikh Ahmad Rifa'i selalu menunggu lewatnya
orang buta, di mana saat ada orang buta lewat lalu dipegang dan
dituntun serta diantar sampai ke tujuan. Syaikh Ahmad Rifa'i memiliki
kasih sayang bukan hanya kepada manusia, tetapi juga kepada binatang.
Dikisahkan satu saat ada seekor anjing menderita penyakit kusta. Kemana
saja anjing itu pergi, ia selalu diusir orang. Anjing itu kemudian
dipelihara oleh Syaikh Ahmad Al-Rifa'i. Anjing itu dimandikan dengan
air panas, lalu diberi obat dan makanan, sampai anjing itu sembuh dari
penyakit yang dideritanya. Kalau ada orang yang bertanya tentang apa
yang telah diperbuatnya Syaikh Ahmad Rifa'i selalu berkata , "Aku
selalu membiasakan pekerjaan yang baik."
Syaikh Ahmad Rifa'i kalau kebetulan dihinggapi nyamuk akan
membiarkannya. Ia tidak mengijinkan orang lain untuk mengusirnya.
Syaikh Ahmad Rifa'i berkata, "Biarkanlah dia meminum darah yang
dibagikan Allah kepadanya."
Pada suatu hari ada seekor kucing sedang nyenyak tidur di atas lengan
bajunya. Waktu shalat telah masuk. Syaikh Ahmad Rifa'i lalu menggunting
lengan bajunya itu karena ia tidak sampai hati mengejutkan kucing yang
sedang lelap tidur itu. Seusai shalat, lengan bajunya itu diambil dan
dijahit lagi.
Jika ada orang minta dituliskan wafak/azhimah kepadanya, maka Syaikh
Ahmad Rifa'i akan mengambil kertas lalu ditulis tanpa pena. Anehnya,
sewaktu ada orang memberikan kertas yang pernah ditulisnya tanpa pena
setahun sebelumnya, ia menolak untuk menulis ulang di atas kertas itu
sambil menjelaskan bahwa kertas itu sudah pernah ditulisinya.
Budi pekerti mulia lain yang ditunjukkan Syaikh Ahmad
Rifa'i ialah ia tidak mau membalas kejahatan dengan kejahatan. Apabila
ia dimaki orang, ia hanya menundukkan kepala dan bersujud mencium
bumi dan menangis serta meminta maaf kepada orang yang memakinya.
Syaikh Ahmad Rifa'i pernah dikirimi surat oleh Syeikh Ibrahim al-Basity
yang isi suratnya merendahkan martabatnya. Syaikh Ahmad Rifa'i berkata
kepada orang yang menyampaikan surat itu, "Coba bacalah surat itu!"
Ternyata isi surat itu adalah "Hai orang yang buta sebelah, hai
Dajjal, hai orang yang membikin bid'ah, dan berbagai macam caci-maki
yang menyakitkan hati." Setelah pembawa surat itu selesai membaca
surat, maka surat itu diterimakan kepada Syaikh Ahmad Rifa'i, dan
setelah membaca Syaikh Ahmad Rifa'i berkata : "Ini semua benar, semoga
Allah membalas kebaikan kepadanya." Lalu Syaikh Ahmad Rifa'i berkata
dengan bersyair, "Maka tidaklah aku peduli kepada orang yang meragukan
aku yang penting menurut Allah, aku bukanlah orang yang meragukan."
Sebentar kemudian Syaikh Ahmad Rifa'i berkata : "Tulislah sekarang
jawaban balasanku yang berbunyi "Dari orang rendah kepada Tuanku Syaikh
Ibrahim. Mengenai tulisan Tuan seperti yang tertera dalam surat, memang
Allah telah menjadikan aku menurut apa yang dikehendaki-Nya dan aku
mengharapkanmu hendaknya sudi bersedekah kepadaku dengan mendo'akan dan
memaafkanku."
Setelah surat balasan ini sampai pada Syaikh Ibrahim al-Basity dan
dibaca isinya, kemudian Syaikh Ibrahim pergi. Menurut cerita, tidak
ada seorang pun yang tahu ke mana syaikh itu pergi.
Mencintai Orang Tak Berdaya
Kelembutan
dan kasih sayang ar-Rifa’I memang sudah menjadi karakter. Menolong
orang yang lemah dan tak berdaya sudah menjadi detak nadi hidup cicit
Nabi ini. Jika suatu saat pulang dari sebuah perjalanan dan hampir tiba
di kampung halaman, beliau menyiapkan tali untuk mencari kayu bakar.
Hasil carian itu beliau bawa ke desa tempat tinggalnya. Lalu
dibagi-bagikan kepada janda-janda, faqir miskin, orang-orang lumpuh,
sakit, buta dan para masyaikh. ar-Rifa’I juga berkunjung ke rumah
orang-orang lumpuh. Mencuci baju-bajunya, membawakan makanan untuknya,
makan bersamanya, dan meminta doanya. Beliau berkata “Ziyaroh kepada
orang seperti mereka wajib bukan sunat.”
Ketika
mendengar ada orang sakit, ar-Rifa’I pasti menyambanginya meski jauh,
dan beliau akan datang lagi setelah dua hari atau satu hari. ar-Rifa’I
juga berdiri di jalan-jalan menunggu ada orang buta lewat. Jika orang
buta itu datang, beliau menghampirinya dan menuntunnya. Beliau juga
tidak pernah membalas kejelekan dengan kejelekan. Syafaqoh dalam hati
beliau begitu kuat, bahkan beliau berpandangan bahaw kasih sayang
termasuk sesuatu yang dapat mendekatkan diri kepada Allah. “ Syafaqoh
termasuk sesuatu yang mendekatkan diri kepada Allah.” Kata beliau suatu
ketika.
Kucing Tidur
Ar-rifai
sangat menyayangi hewan. Rasa kasih sayang telah menyatu dengan hatinya
laksana jiwa dan raga. Syafaqah yang telah mendarah daging sungguh
teraplikasikan dalam hidup beliau. Suatu ketika, ada seekor kucing tidur
pulas di lengan baju ar-Rifa’i. Padahal waktu salat telah berkumandang.
Tidak boleh tidak ar-Rifa’i harus menunaikan panggilan tuhan itu.
Namun ar-Rifa’i juga tidak ingin menggangu tidur hewan kesayangan Abu
huroiroh itu. Maka beliau menggunting lengan bajunya agar kucing itu
tidak terganggu. Seusai salat, ternyata kucing itu telah bangun dan
pergi. Barulah ar-Rifa’i mengambil potongan lengan baju itu dan menjahit
seperti semula.
Nyamuk Mengais Rizki
Pada
suatu malam yang mencekam, hawa dinginya meresap ke sumsum tulang,
tampak ar-Rifa’i selesai mengambil air wudlu’. Tiba-tiba beliau mematung
tak bergerak. Tangannya lurus memanjang sekian lamanya. Ya’qub yang
melihat kejadian itu, langsung menghampiri ar-Rifa’i dan menciyum
tangannya. Meliahat kelakuan ya’qub, ar-Rifa’i berkata ” Ya’qub, engkau
telah menggagngu makhluk Allah yang lemah ini” “gerangan, siapakah dia?”
tanya Ya’qub. “nyamuk yang sedang mengambil bagian rizqinya di
tanganku, ia lari karna ulahmu.” Ujar ar-Rifa’i.
Sayang Belalang
Suatu
saat, ar-Rifa’I terlihat aneh. Beliau berkomonikasi sendirian. “
Wahai mubarakah, aku tidak mengetahuimu, aku telah membuatmu jauh dari
tanah airmu.” Ucap ar-Rifa’i. setelah damati, ternyata beliau menyapa
belalang yang tersangkut dibajunya. Beliau mencoba mejelaskan kepada
belalang itu, bahwa beliau tidak tahu keberadaannya. Anadaikan saja
beliau tahu, maka semua ini tidak akan terjadi.
Anjing & Kutu
suatu
ketika, ar-Rifa’I berjalan melewati sebuah rumah makan. Syahdan, beliau
melihat ada segerombolan Anjing memakan kurama yang berada di sebuah
wadah. Beliau langsung berdiri di pintu agar tidak seorang pun yang
masuk dan mengganggu Ainjing-anjing. Lalu beliau berkata, “ Wahai yang
diberkahi, makanlah dengan tenang, tidak usah rebutan. Jika tidak, maka
kalian nanti ketahuan dan tidak akan bisa menikmati kurma itu lagi.”
Di
lain waktu ar-Rifa’I mlihat seorang faqir membunuh Kutu. Beliau marah
bukan kepalang. “ Jangan,- semuga Allah menyiksamu,- sudahkah sembuh
marahmu?” Pekik ar-Rifa’i.
Anak Kecil
Pada
suatu hari Imam Ahmad Ar-Rifa'i diminta bantuan oleh teman-temannya
untuk memeriksa kondisi tubuh seorang bocah yang terinjak-injak para
pengunjung sebuah perhelatan malam. Saking semaraknya acara itu, para
tamu bernyanyi, menari dengan riangnya, sehingga tidak terasa mereka
telah menginjak-injak seorang anak kecil yang duduk di permadani. Hal
itu baru diketahui pada pagi harinya setelah mereka lelah berjoget. Dan
ketika diperiksa, ternyata anak itu sudah tidak bernyawa.
Tentu saja tuan rumah kelimpungan. Maka dia meminta bantuan kepada
salah seorang tamunya, yaitu Syaikh Umar. Syaikh Umar kemudian minta
bantuan lagi kepada Syaikh Ahmad Ar-Rifa'i RA., yang dikenal sangat
zuhud dan menjadi panutan masyarakat. Syaikh Umar banyak belajar pada
Syaikh Ahmad.
Atas permintaannya itu, Syaikh Ahmad Ar-Rifa'i kemudian shalat dua
raka'at dan berdoa kepada Allah. Setelah itu ia berkata kepada anak
tersebut, "Wahai anakku, waktu subuh telah tiba, bangunlah." Ajaib, anak
itu bangun, seperti tidak pernah terjadi apa-apa pada dirinya.
Mendengar Suara Ghoib.
Imam ar-Rifa’i termasuk pembesar ulama yang sangat
mashur di zamanya. Beliau sempat terkenal sebab kejadian yang
menggegerkan jamaah haji yang menyertainya. Keajaiban sebuah karomah
tampak kepada para jamaah haji yaitu beliau mencium dan mendengar
jawaban Rasulullah saw.
Di
ceritakan, sebelum berangkat haji salah satu jamaah imam ar-Rifa’i,
as-Syekh al-Jalil al-Fadhil abu hafidh umar al-Fârûmy, berada di majlis
imam ar-rifa’i. Semua para ulama, masyarat di tempat dan pejabat
berkumpul di majlis guna mengikuti pengajian imam ar-Rifa’i. Saat itu
semua para jamaah saling berdiskusi tentang masalah agama dan ada juga
yang bercerita tentang keajaiban dan karomah seorang wali. Semua
permasalah langsung di tanyakan pada imam ahamd ar-Rifa’i. Pada saat
ar-Rifa’i di tanya tentang asrârul ghoribah (kejadian yang asing ) dan
asrârul ajibah (di balik rahasia keajaiban), Imam Ahmad ar-rifa’i
tiba-tiba berdiri sambil melihat keatas, seraya berkata “ Telah nampak
perkara yang benar dan telah jelas kebenaran. Aku mendengar suara sedang
memanggilku ‘ Wahai Ahmad, berdirilah dan pergilah ke baitullah, dan
berziarohlah kemakam datuk mu saw. Karna sesungguh di sana engkau akan
mendapat pesan berupa dakwah dari Rasulullah saw’. Setelah kejadian aneh
itu Imam ar-rifa’i berangkat bersama para rombongan jamaah haji.
Mencium Tangan Rasulullah saw.
Pada
tahun 555 H saat itu imam ar-Rifa’i berumur 43, beliau berangkat ke
Mekkah untuk melaksanakan haji. Setelah di Mekkah beliau pergi ke
Madinah untuk beziarah ke makam datuknya Rasulullah SAW. Setelah sampai di Madinah, ar-Rifa’i dan para jamaahnya menuju masjid makam Rasulullah SAWdi
masjid Nabawi. Saat itu nampak pada para jamaah karomah Imam ar-Rifa’i,
para jamaah melihat dengan mata kepalanya sendiri bahwa Rasulullah SAWmenjawab
salam dari Imam ar-Rifa’i. Ar-rifa’i berkata “Assalamualikum Wahai
datuk ku..”. lalu datang dari dalam Hujroh Rasulullah suara, “ Waalaikum
salam Wahai anak ku..”. ar-Rifai lalu masuk ke dalamnya dalam keadaaan
gemetar dan menggigil sehingga warna kulitnya menjadi kekunig-kuningan
dan ar-Rifai berlutut sambil menangis seraya berkata “ Dari kejahuan aku
kirimkan ruhku untuk selalu mengingatmu sebagai perwakilanku, maka
dalam kesempatan ini aku bisa melihat dengan seluruh jasad ku pada mu
secara kasat mata. Maka aku mohon ulurkanlah tangan-mu agar aku bisa
mencium tangan-mu “.
Sahdan,
tangan Rasulullah saw keluar dari maqbarohnya, ar-Rifai’ pun langsung
menciumnya, sebagai mana yang di minta oleh ar-Rifa’i. Semua jamaah haji
yang ikut serta melihat dan mendengar langsung karomah Imam as-Syekh
al-Mursyid al-Ghaust as-Zahid al-Arif Imamul-Akbar Sayyid Abul Abbas
Ahmad ar-Rifa’i al-Kabir. Kejadian ini 23 tahun sebelum imam ar-Rifa’i
di panggil di pangkuan Allah.
Di Baiat Oleh Rasulullah Saw
Pada waktu Imam Ahmad ar-Rifa’i mencium tangan Rasulullah SAW, beliau di baiat langsung oleh Nabi Muhammad SAW. Rasulullah berkata pada Imam ar-rifa’i ; “
Wahai Anak ku. Pakailah selendang hitam dan naiklah ke atas mimbar lalu
berkhutbahlah di depan para manusia. Baiat ini aku serahkan pada mu dan
kepada keturunan mu hingga hari kiamat “. Lalu ar-Rifa’i keluar dan melaksanakan perintah dari Rasulullah SAW. Semua jamaah haji yang hadir saat itu mencapai 90.000 orang, semua menyaksikan langsung karomah dan pembaiatan imam ar-Rifa’i.
Di Lihat Oleh Sulthonul Auliya’
Di antara jamaah yang yang melihat lansgung kejadian itu
mulai dari para ulama, tokoh masyaraka, pejabat, dan masyarakat umum
dari menengah ke atas hingah menengah kebawah. Di antara ulama adalah
Sulthonul Auliya’ as-Syekh Abdul Qodir al-Jilani, Sayyid adiy bin
musafir as-Syâmy, as-Syekh Ali bin Khomis, as-Syekh Hayat bin Qois
al-Harâny.
Wali al-Ghauts al-Qutb
ar-Rifa’I
tumbuh sebagai peribadi yang alim, zuhud, waro’, seorang ahli ibadah,
ahli tasawuf, dan ahli fiqih yang bermadzhab Syafi’i. “ imam ar-Rifai
adalah seorang panutan, zuhud dan gurunya orang yang ma’rifat” kata imam
adz-dzahabi.
Beliau
termasuk salah satu wali al-Qutb al-Ghaust. Beliau memiliki banyak
pengikut dan santri. Mayoritas mereka dari kalangan orang faqir. Mereka
diberi nama ar-rifa’iyah , Ahmadiya dan Batha’ihiyah. Jika malam nisfu
sya’ban tiba, orang-orang yang datang mengikuti majlis beliau kurang
lebih 100.000 jiwa. Konon, sanri-santri beliau memiliki kehebatan
memukau. Mereka mampu menunggangi hewan liar, bermain ular bahkan mereka
tidak segan-segan melompat dari pohon kurma yang begitu tinggi.
Anehnya, mereka baik-baik saja dan tidak merasakan sakit sedikitpun.
Di Angkat Menjadi Pemimpin Para Wali
Sebagaimana
sudah di ketahui di antara para jumhurul-ulama’ bahwa imam ar-Rifa’I
termasuk dari para kekasih Allah. Bahkan beliau termasuk juga dari king
of the king para kekasih Allah saat itu. Ini bisa di lihat dari salah
satu mimpi yang di lihat oleh khola-nya (paman dari ibu) imam ar-Rifa’I,
ia adalah Sayyid as-Syekh Mansur al-Anshori. Beliau –paman Imam
ar-Rifa’i- berkata “ Saya bermimpi bertemu dengan Nabi Muhammad SAW, 40
hari sebelum anak dari saudara perempuan saya di lahirkan, lalu Beliau
SAW berkata kepada ku ‘ Wahai Manshur!, saya membawa berita gembira
kepadamu bahwa Allah memberi karunia seorang anak setelah 40 hari, dia
bernama Ahmad ar-Rifa’I, dia juga sama seperti halnya aku, bila aku
adalah pemimpin para anbiya’, maka keponakanmu (Imam ar-Rifa’i) adalah
pemimpin para auliyaullah’ “.
Setelah
imam ar-Rifa’i lahir ke alam dunia, beliau menjadi sesosok bocah yang
ahli ibadah. Meski umur yang masih belita, beliau sudah beribadah
seperti halnya seorang dewasa. ketika beliau masih kecil beliau sudah
berpuasa satu hari full. Di katakan dari saudara rodo’ (sesusuan) imam
ar-Rifa’i pada bulan Ramadhon “ Sesungguhnya ahmad tidak mau meminum
susu pada waktu siang hari, maka saya menyangka bahwa ada sesuatu yang
tidak membuat dia suka. Tapi ketika matahari terbenam, ahmad menerima
murdi’ dan mau meminum susunya “.
Di Tunjuk Oleh Rasulullah SAW.
Beliau
tumbuh menjadi seorang pemimpin thoriqoh Ar-Rifa’iyah dan menjadi Wali
yang zuhud (tidak cinta dunia), Arif (ma’rifatullah), alim, dan
dermawan. Jamaah yang mengikuti Thoriqoh Ar-Rifaiyah semakin menjadi
pesat. Satu persatu orang datang untuk mengikuti thoriqoh dan suluk imam
ar-Rifa’i ,untuk sampai kepada allah, mulai dari tingkatan atas sampai
ketingkatan bawah. Beliau juga menjadi rujukan para pengikutnya dalam
masalah wusul dan suluk kepada Allah.
Sebagaimana
di alami oleh Imam Muhammad Mahdi ar-Rowwas yang mendapat taujihat
(petunjuk) dari Rasulullah saw dalam mimpinya. Imam Mahdi ar-Rowwas
berkata dalam mimpinya “saya memimta petunjuk pada Rasulullah ‘berilah
saya jalan menuju kebenaran Wahai.. Rasulullah’. Beliau menjawab
‘‘Al-Qur’anul Karim adalah jalan yang kamu cari’’. saya mengadu lagi
‘berilah saya jalan (suluk) menuju Allah, Wahai..Rasulullah’. Beliau
menjawab “Berpegang teguhlah pada anakku yaitu Ahmad Ar-Rifa’i dan kamu
akan sampai kepada Allah. Sedangkan dia adalah sayyidnya para auliya’
(kekasih) umat ku. Setelah auliya’ abad ketiga. Dan dia juga mempunyai
derajat yang tinggi dari pada auliya’ di masanya ”.
"Maafkan Hambamu, Tuan..."
Di kisah yang lain, ketika sedang duduk di Desa Ummu Ubaydah,
tiba-tiba sang syaikh mengangkat lehernya seraya berkata, "Di atas
leherku.... di atas leherku..". Orang yang mendengar hal itu bingung,
"Wahai Imam, kenapa Tuan tiba-tiba berkata demikian?" Ia menjawab,
"Sekarang Syaikh Abdul Qadir Al-Jailani di Baghdad berkata bahwa
sesungguhnya semua leher para wali berada di telapak kakinya." Ketika
diselidiki, ternyata benar apa yang dikatakannya. Saat itu Syaikh Abdul
Qadir sedang mengatakan hal itu.
Di kisahkan lagi, pada suatu hari beberapa orang fakir mendatangi Imam
Ahmad, lalu mencelanya. Mereka mengatakan, ia adalah orang yang
telanjang, dajjal, orang yang menghalalkan sesuatu yang haram, yang
mengganti Al-Qur'an, orang kafir, orang sinting, dan berbagai cacian
yang memerahkan telinga. Mendengar celaan itu, Imam Ahmad bukannya
marah, tapi malah membalas dengan membuka kafiyen (penutup kepala), lalu
mencium tanah dan berkata, "Wahai Tuan-Tuanku, maafkanlah hambamu ini."
Lalu ia mencium tangan dan kaki orang-orang yang menghinanya dan
berkata, "Maafkan aku, sesungguhnya kasih sayang kalian sangat membuatku
lega."
Hal itu membuar orang-orang kafir terperanjat. Mereka tidak mengira
sama sekali akan disambut oleh Imam Ahmad dengan sikap yang sangat
hormat. Lalu mereka pun berkata, "Sama sekali kami tidak pernah melihat
orang sepertimu, yang bisa menahan celaan dan hinaan kami tanpa berubah
sedikitpun." "Ini semua berkat keberkahan yang kuperoleh dari kalian,"
kata Imam Ahmad.
Lidah Hakiki
Imam Asy-Sya'rawi, seorang tokoh tarekat yang juga seorang wali,
berkata,"Imam Ahmad Ar-Rifa'i adalah penyelamat umat dan quthb yang
terkenal. Beliau salah satu imam Thariqah, imam bagi kaum arif, dan umat
berada di bawah kepemimpinannya..."
Kisah
menggemparkan yang pernah dialami Syaikh Ahmad Rifa'i adalah sewaktu ia
melakukan ibadah Haji dan ketika berziarah ke Makam Nabi Muhammad Saw.
Saat itu terlihat tangan menjulur dari dalam kubur Nabi Saw bersalaman
dengan beliau dan beliau pun terus mencium tangan Nabi Saw tersebut.
Kejadian itu disaksikan oleh banyak orang yang berziarah ke Makam Nabi
Saw tersebut. Semua orang takjub dan terheran-heran dengan peristiwa
aneh itu.
Setelah
menyaksikan keajaiban gurunya, salah seorang murid Syaikh Ahmad Rifa'i
berkata, "Ya Sayyidi! Tuan Guru adalah Quthub!". Syaikh Ahmad Rifa'i
menjawab, "Sucikan syak wasangkamu daripada Quthubiyah". Lalu murid
itu berkata lagi, "Tuan Guru adalah Ghauts!". Syaikh Ahmad Rifa'i
menjawab lagi, "Sucikan syak wasangkamu daripada Ghautsiyah".
Menurut
Al-Imam Asy-Sya'rani, jawaban-jawaban Syaikh Ahmad Rifa'i atas simpulan
muridnya adalah dalil bahwa Syaikh Ahmad Al-Rifa'i sejatinya telah
melampaui "Maqaamat" dan "Athwar", karena ketinggian derajatnya ,
kualitas maqam-nya, dan dekatnya dengan Allah sehingga tidak
diketahuinya maqam, meski terdapat beberapa maqam.
Sedangkan
Habib Ahmad bin Zen Alhabsyi, penulis Syarh Al-Ainiyah, mengatakan,
Imam Ahmad Ar-Rifa'i adalah orang yang memiliki sifat keras dan sosok
yang banyak memiliki rahasia. Dari dirinya tampak sifat zuhud dan ilmu
yang melimpah, rendah hati, selalu mendahulukan kepentingan orang lain,
dan tidak senang memamerkan diri.
Ia adalah salah seorang yang diberi karamah oleh Allah, diantaranya
berbicara dengan makhluk ghaib, dan mendapat gelar quthb. Sesungguhnya
Allah telah mengumpulkan pada dirinya bermacam-macam kemuliaan dan
keutamaan. Ia mempunyai bahasa yang tinggi dengan menggunakan lidah
hakiki serta mendapatkan puncak dari kepemimpinan di dalam ilmu tahriqah
serta dapat membaca kedudukan manusia.
Imam Ahmad Ar-Rifa'i terkenal dengan kesabaran, zuhud, wara, serta
kerendahan hatinya. Habib Alwi bin Abdullah bin Syihab RA menulis dalam
kitabnya yang berjudul Tuhfatul Ahbab, ada tiga wali yang ditampakkan
kepemimpinannya oleh Allah lantaran kerendahan hatinya, yaitu Syaikh
Abdullah al-Aydrus, Syaikh Abubakar bin Salim, dan Syaikh Ahmad
Ar-Rifa'i.
Tiang bagi Umat
Dalam kitab Syarh Al-Ainiyah disebutkan, Syaikh Ahmad Ar-Rifa'i lahir
di Desa Ummu Ubaydah, daerah Batoeh, Irak, pada bulan Muharram tahun
500 H, lima tahun sebelum wafatnya Imam Ghazali RA. Nasabnya sampai ke
Nabi Muhammad, melalui Husein bin Ali bin Abi Thalib. Ia mendapat
pendidikan agama dari beberapa ulama besar pada zamannya, antara lain
Imam Manshur Az-Zahid, yang tidak lain adalah pamannya sendiri. Juga
Imam Ali bin Al-Qori Alwasity. Dengan kesungguhannya ia kemudian
berhasil menjadi ulama besar dan salah satu dari empat quthb, yang
menjadi tiang bagi umat.
Ia pun mempunyai murid-murid yang kemudian juga menjadi ulama besar,
seperti Imam Ali Almulaiyji, Imam Alwalie Abdus Salam Alqaliby, dan Imam
Ibrahim Al'azab. Imam Ahmad adalah seorang yang bijaksana, pemurah,
penuh kasih sayang kepada siapa pun, bahkan kepada hewan sekalipun.
Sebelum
wafat beliau telah menceritakan kapan waktunya akan meninggal dan
sifat-sifat hal ihwalnya beliau. Beliau akan menjalani sakit yang sangat
parah untuk menangung bilahinya para makhluk. Sabdanya, “Aku telah di
janji oleh Allah, agar nyawaku tidak melewati semua dagingku (daging
harus musnah terlebih dahulu). Ketika Sayyidi Ahmad Al-Rifa’i sakit yang
mengakibatkan kewafatannya, beliau berkata, “Sisa umurku akan kugunakan
untuk menanggung bilahi agungnya para makhluk. Kemudian beliau
menggosok-ngosokkan wajah dan uban rambut beliau dengan debu sambil
menangis dan beristighfar . Yang dideritai oleh Sayyidi Ahmad Al-Rifa’i
ialah sakit “Muntah Berak”. Setiap hari tak terhitung banyaknya kotoran
yang keluar dari dalam perutnya. Sakit itu dialaminya selama sebulan.
Hingga ada yang tanya, “Kok, bisa sampai begitu banyaknya yang keluar,
dari mana yaa kanjeng syeikh. Padahal sudah dua puluh hari tuan tidak
makan dan minum. Beliau menjawab, “Karena ini semua dagingku telah
habis, tinggal otakku, dan pada hari ini nanti juga akan keluar dan
besok aku akan menghadap Sang Maha Kuasa. Setelah itu ketika wafatnya,
keluarlah benda yang putih kira-kira dua tiga kali terus berhenti dan
tidak ada lagi yang keluar dari perutnya. Demikian mulia dan besarnya
pengorbanan Aulia Allah ini sehingga sanggup menderita sakit menanggung
bala yang sepatutnya tersebar ke atas manusia lain.]
Di Panggil Sang Khaliq SWT.
Ketika imam ar-rifa’i menginjak umur 66, beliau terserang
penyakit sakit perut. Penyikt itu kian hari bertambah semakin parah.
Meski penyakit yang di derita oleh beliau cukup parah tapi beliau tetap
melaksanakan ibadahnya dan bertambah keimananya tampa merasa sakit dan
mengeluh. Setelah satu bulan lebih beliau di serang penyakit, penyakit
beliau bertambah semakin parah. Sehingga beliau tidak bisa bangun dari
tempat tidurnya.
Dan
keesokan harinya, Tetap ketika matahari menampakkan sinarnya ke bumi,
dan embun senantiasa menghiasi dedaunan, yaitu pada hari Kamis, bulan
Jumadil Ula, tahun 578 H, suasa menjadi terharu dan di banjiri dengan
tangisan belasungkawa. Semua berbondong-bondong pergi ke dalem imam
ar-rifa’i, untuk memberikan sambutan yang terakhir kepada beliau. Saat
itu semua orang merasa kehilangan sesosok pemimpin umat dan pemimpin
para wali itu.
Al-Imam
al-Ghaust al-Quthbu as-zâhid al-Arif billah Sayyid Abul Abbas Ahmad bin
Ali ar-Rifa’I al-Kabir. Lalu beliau di di makamkan di Qubbah kakek dari
ibu, Sayyid Yahya al-Bukhori, di negaranya (Bukhâra). Setelah beliau di
makamkan dan disholati, semua orang dari penjuru dunia berta’ziah ke
makam beliau, untuk mengharap berkah dari beliau.
Murid-murid Imam ar-Rifa’i
Imam ar-rifa’i tergolong ulama yang kaya dengan disiplin
ilmu. Semua ilmu beliau dapat dengan jirih payah sendiri. Selain
terkenal dengan kealimannya, imam ar-Rifa’i juga terkenal dengan
kezuhudannya, Wara’, Rajib beribadah, dan selalu taqwa kepada allah.
Dengan sifat-sifat itulah banyak ulama dan masyarakt menunjukdan memilih
seorang guru sebagai muryid menuju ke jalan Allah swt dan mengetahui
syariat agama islam, memilih Imam Ahmad ar-Rifa’i.
Imam
ar-Rifa’i di masanya termsuk dari salah saru dari ulama dan guru besar
saat itu, banyak dari murid-murid beliau yang menjadi menjadi ulama dan
menjadi wali semasa hidupnya dan setalah wafatnya. Imam ar-Rifa’i
mendapat beberapa julukan di antara julukan beliau adalah
Syaikhul-Tharâriq, Syaikhul-Kabîr, dan Ustadzul-Jamâ’ah. Sewaktu beliau
Hidup banyak dari kalangan ulama, tokoh masyarakt, dan orang umum
belajar kepada beliau mulai dari maslah fiqh, Tauhid, dan meminta ijazah
Thariqoh ar-Rifa’iyah, sehingga sebab banyaknya murid imam ar-rifa’i
yang ingin belajar kepada beliau, imam ar-rifa’i di juluki dengan
Syaikhul-Tharâriq, Syaikhul Kabîr, Dan Ustadzul-Jamâ’ah.
Di
antara para ulama itu adalah Al-Arif Billâh al-Ghaust Sayyid Abul Hasan
asy-syadzili (pendiri thariqoh Syadziliyah), al-imam al-Hafidz
abdurrahman jalauddin as-suyûtiy (salah satu ulama fiqh), Syaikh
Najmuddin (salah satu guru imam ad-dasuqi), syaikh aqîl al-munbijiy, dan
syaikh ali al-Khowwas. Dan masih banyak ulama dan para waliullah yang
perna menimba ilmu kepada imam ahmad ar-rifa’i.
Karya-Karya Imam Ar-Rifa’i
Sebelum beliau di panggil di pangkuan sang Kholiq swt.
Beliau banyak meninggalakan karya tulisnya mulai dari Kitab, Hizib, dan
beberapa Aurâd. Karangan imam ar-rifa’i yang berupa kitab mencakup
beberapa tema mulai dari Fiqh, Tafsir, Tauhid, dan Thoriqoh as-sufiyah.
Di antarak kitab Fiqih yang beliau karang adalah kitab “Syarhu al-Kitab
at-tanbîh lisy-syîraziy”, kitab fiqh madzhab As-Syafi’i. Sedangkan kitab
tafsir adalah “ ma’âniy bismillâhirrahmânirahîm” dan “tafsiru surati
al-Qodr”. Sedangkan kitab Tauhid adalah “al-burhanu al-muayyid”. Dan
kitab yang menerangkan tentang tahoriqoh as-sufiyah ialah “hâlatu
ahli-haqiqah, at-thariqah ila-Allah “. Dan masih banyak karna beliau
yang lain.
Beliau
juga menulis tentang dan hizib-hizib, di antara karya hizib beliau
Hizbn Hason, Hizb Hirâsah, Hizb Satru, Hizb Tuhfa as-sanîyah.
Tentang waktu wafatnya Syaikh Ahmad Rifa'i tidak terdapat
keseragaman. Sebagian menyatakan Syaikh Ahmad Rifa'i wafat tahun 578 H
di al-Batha'ih, yang lain menyatakan Syaikh Ahmad Rifa'i wafat di Umm
Ubaidah pada 22 Jumadilawwal 578 H atau 23 September 1183 M. Namun ada
pula yang menyatakan Syaikh Ahmad Rifa'i wafat pada hari Kamis, waktu
Dhuhur, tanggal 12 Rabbiul awwal 570 H dengan mengucapkan dua kalimah
syahadat. Ada juga riwayat Beliau
wafat pada hari Kamis 12 Jumadil Ula 580 H, di Umm Ubaidah di usia 90
tahun. Kata Rifa’i dinisbathkan kepada orang yang mempunyai kedudukan
tinggi di Maghrib.
Nasihat Ulama Sufi Syaikh Ahmad Ar-Rifa'i pada Muridnya
يا
وَلَـدِي، إِنْ مَلكْـتَ عَقْلًا حَقيقيّـًا مَا مِلْـتَ إلـى الدُّنْيـا
وَاٍنْ مَالَـتْ لَـكَ لأنـَّها خائِنَـةٌ كَذَّابَـةٌ تَضْحَـكُ على
أهْلِهَـا، مَنْ مَـالَ عَنْها سَلِـمَ منْـها، وَمَنْ مَـالَ إلَيْـها
بـُلِـيَ فيـهـا. هِـيَ كَالحَيـَّةُ لَيـِّـنٌ لَـمْسُهَـا قَاتِـلٌ
سُمـُّها، لَذَّاتــُهَـا سَريعَـةُ الزَّوالِ وَأيَّامُــها تَمْضـي
كَالخَـيَـالُ، فَاشْغِلْ نَفْسـكَ فيهـا بتَقْـوَى اللهِ وَلا تَغْـفَلْ
عَنْ ذِكْـرِهِ تـعَـالَـى
Wahai
anakku, seandainya engkau memiliki akal yang hakiki, maka tidak mungkin
engkau akan condong berlebihan terhadap dunia, walaupun mungkin dunia
condong kepadamu. Karena dunia adalah penghianat dan tukang bohong, ia
selalu menertawakan orang-orang yang mencintainya. Barangsiapa yang
menjauhinya maka dia akan selamat, sebaliknya barangsiapa yang condong
mencintainya, maka dia akan terkena musibah karenanya. Dunia diibaratkan
sebagai seekor ular yang gemulai jalannya, namun bisanya mematikan.
Kenikmatannya mudah sirna, hari-harinya berlalu bagaikan khayalan. Maka
sibukkan dirimu dengan bertakwa kepada Allah SWT, janganlah lalai untuk
mengingat-Nya walau sesaat.
يا
وَلَــدي، إِنْ تَعَـلـَّمْتَ وَسَمِعْـتَ نَقْلاً حَسَـنًـا فاعْــمَلْ
بـهِ وَلا تَـكُنْ مِنَ الَّذيــنَ يَعْلَمـونَ وَلا يَعْـمَلونَ.
وَالعَـجَـبُ مِمَّنْ يَعْـلَـمُ أنَّـــهُ يَـمُـوتُ كَيْـفَ يَنْـسَـى
الـمَوْت، وَالعَـجَـبُ مِمَّنْ يَعْـلَمُ أنَّهُ مُفــارِق الدُّنْيـا
كَيْفَ يَنْـكَبُّ عَليْها وَيَقْـطَـعُ أيَّـامـَهُ بِـمَحـَبَّـتِـها.
ضَيَّعْـتُـمُ
الأوْقاتَ باللَّهْـوِ وَالنِّـسْـيَـانِ وَقَـطَعْـتُـمُ الأيَّـامَ
بالغَفْـلَـةِ وَالعِصْيَـانِ، مِـزاحُكُمْ مزاحَ مَنْ أَمِـِنَ
النَّدامَةَ وَلَهْـوُكُـمْ لَهْـوُ مَنْ لَمْ يَسْمَـعُ بيَـوْمِ
القِـيَـامَـةِ، كَأنَّـكُم إلى الـقُـبُورِ لا تَنْـظُـرونَ وَبِمَـنْ
سَكَنَـهَـا لا تَعْـتَـبِـرُون
Wahai
anakku, jika engkau belajar serta mendengar ucapan yang benar, maka
ikutilah. Jangan engkau seperti orang-orang yang berilmu tapi tidak mau
mengamalkannya. Sungguh aneh orang yang tahu bahwa dirinya akan mati
namun lupa akan kematian tersebut. Sungguh aneh orang yang tahu bahwa
dirinya akan berpisah dengan dunia namun dia tetap saja mencintainya.
Kalian
habiskan waktu dengan gurauan dan kelalaian, kalian isi hari-hari
dengan khilaf dan maksiat. Lelucon kalian seolah seperti lelucon orang
yang aman dari nelangsa, Gurauan kalian seperti gurauan orang yang tidak
akan mendengar hari kiamat. Kalian seolah-olah tidak akan melihat
kubur, dan tehadap orang yang menempatinya kalian seolah tidak
memperdulikan.
يا
وَلَـدِي، مَــا أَكَلْـتَــهُ تـُفْـنِيـهِ وَمَـا لَـبِسْـتَـهُ
تـُبْـليـهِ وَالرُّجُــوعُ إلـى اللَّـــهِ حَتْـمٌ مَقْـضِـــيٌّ
وَفـراقُ الأحِـبَّـةِ وَعْـدٌ مَأْتِـيٌ، الدُّنْـيَـا أَوَّلُـهـا
ضَعْـفٌ وَفُـتُـور وَآخِــرُهَـا مَـوْتٌ وَقُــبُــور
Wahai
anakku, apa yang kau makan akan habis, apa yang kau pakai akan rusak,
sedangkan kembali pada Allah adalah keharusan yang menuntut, dan
berpisah dengan yang dicintai adalah janji yang pasti tiba. Dunia
awalnya lemah dan asing, sedang akhirnya adalah mati dan kuburan.
***
Semoga
Allah memberi kemanfaatan bagi kita semua dari apa yang telah
dikemukakan oleh Syaikh Ahmad ar-Rifa'i al-Kabir. Dan kita semua
dimudahkan dalam mengamalkan apa yang menjadi kebaikan, khususnya dalam
taat dan takwa kepada Allah SWT. Amiin.
|
Komentar
Posting Komentar