Imam Hanafi
Imam Abu Hanifah
Nu’man
bin Tsabit bin Zuta bin Mahan at-Taymi (bahasa Arab: النعمان بن ثابت),
lebih dikenal dengan nama Abū Ḥanīfah, (bahasa Arab: بو حنيفة) (lahir di
Kufah, Irak pada 80 H / 699 M — meninggal di Baghdad, Irak, 148 H / 767
M) merupakan pendiri dari Madzhab fiqih Islam Hanafi.
Abu
Hanifah juga merupakan seorang Tabi'in, generasi setelah Sahabat nabi,
karena dia pernah bertemu dengan salah seorang sahabat bernama Anas bin
Malik, dan meriwayatkan hadis darinya serta sahabat lainnya.
Imam
Hanafi disebutkan sebagai tokoh yang pertama kali menyusun kitab fiqh
berdasarkan kelompok-kelompok yang berawal dari kesucian (taharah),salat
dan seterusnya, yang kemudian diikuti oleh ulama-ulama sesudahnya
seperti Malik bin Anas, Imam Syafi'i, Abu Dawud, Bukhari, Muslim dan
lainnya.
Imam
Abu Hanifah yang dikenal dengan dengan sebutan Imam Hanafi bernama asli
Abu Hanifah Nu’man bin Tsabit Al Kufi, lahir di Irak pada tahun 80
Hijriah (699 M), pada masa kekhalifahan Bani Umayyah Abdul Malik bin
Marwan. Beliau digelari Abu Hanifah (suci dan lurus) karena
kesungguhannya dalam beribadah sejak masa kecilnya, berakhlak mulia
serta menjauhi perbuatan dosa dan keji. dan mazhab fiqhinya dinamakan
Mazhab Hanafi. Gelar ini merupakan berkah dari doa Ali bin Abi Thalib
r.a, dimana suatu saat ayahnya (Tsabit) diajak oleh kakeknya (Zauti)
untuk berziarah ke kediaman Ali r.a yang saat itu sedang menetap di Kufa
akibat pertikaian politik yang mengguncang ummat islam pada saat itu,
Ali r.a mendoakan agar keturunan Tsabit kelak akan menjadi orang orang
yang utama di zamannya, dan doa itu pun terkabul dengan hadirnya Imam
hanafi, namun tak lama kemudian ayahnya meninggal dunia. Dalam empat
mazhab yang terkenal tersebut hanya Imam Hanafi yang bukan orang Arab.
Beliau keturunan Persia atau disebut juga dengan bangsa Ajam. Pendirian
beliau sama dengan pendirian imam yang lain, iaitu sama-sama menegakkan
Al-Quran dan sunnah Nabi SAW.
Kemasyhuran nama Abu Hanifah menurut para ahli sejarah ada beberapa sebab:
1. Kerana ia mempunyai seorang anak laki-laki yang bernama Hanifah, maka ia diberi julukan dengan Abu Hanifah.
2.
Kerana semenjak kecilnya sangat tekun belajar dan menghayati setiap
yang dipelajarinya, maka ia dianggap seorang yang hanif
(kecenderungan/condong) pada agama. Itulah sebabnya ia masyhur dengan
gelaran Abu Hanifah.
3.
Menurut bahasa Persia, Hanifah bererti tinta. Imam Hanafi sangat rajin
menulis hadith-hadith, ke mana, ia pergi selalu membawa tinta. Kerana
itu ia dinamakan Abu Hanifah.
Waktu
ia dilahirkan, pemerintahan Islam berada di tangan Abdul Malik bin
Marwan, dari keturunan Bani Umaiyyah kelima. Kepandaian Imam Hanafi
tidak diragukan lagi, beliau mengerti betul tentang ilmu fiqih, ilmu
tauhid, ilmu kalam, dan juga ilmu hadith. Di samping itu beliau juga
pandai dalam ilmu kesusasteraan dan hikmah.
Pada
masa remajanya, dengan segala kecemerlangan otaknya Imam Hanafi telah
menunjukkan kecintaannya kepada ilmu pengetahuan, terutama yang
berkaitan dengan hukum islam, kendati beliau anak seorang saudagar kaya
namun beliau sangat menjauhi hidup yang bermewah mewah, begitu pun
setelah beliau menjadi seorang pedagang yang sukses, hartanya lebih
banyak didermakan ketimbang untuk kepentingan sendiri.
lahir dan keturunan Abu Hanifah ( 699-767 M / 80-148 AH ) lahir di Kufah , Irak selama pemerintahan yang kuat Umayyah khalifah Abd al-Malik ( Abdul Malik bin Marwan ). Diklaim sebagai Al-Imam al-A'zam, atau Al-A'dham (Agung Imam ), Nu'man bin Tsabit bin Zuta bin Mah itu lebih dikenal dengan Kunya Abu Hanifah. Bukan Kunya benar, karena ia tidak punya anak bernama Hanifah, tapi satu epithetical makna murni monoteis keyakinan. His father, Ayahnya, Tsabit bin Zuta, seorang pedagang dari Kabul , bagian dari Khorasan di Persia (ibukota modern Afganistan ), berumur 40 tahun pada saat kelahiran Abu Hanifah. leluhur-Nya berlaku umum sebagai non- Arab asal seperti yang disarankan oleh etimologi kemudian nama kakeknya (Zuta) dan besar-kakek (Mah). sejarawan, Al-Khatib al-Baghdadi , catatan pernyataan dari cucu Abu Hanifah, Ismail bin Hammad, yang memberi garis keturunan Abu Hanifah sebagai Tsabit bin Nu'man bin Marzban dan mengaku berasal dari Persia. Kesenjangan dalam nama, sebagaimana diberikan oleh Ismail dari Hanifah kakek Abu dan besar-kakek dianggap karena itu adopsi Zuta dari nama Arab (Nu'man) setelah diterima-Nya dari Islam dan bahwa Mah dan Marzban adalah gelar atau sebutan resmi di Persia. Perbedaan pendapat lebih lanjut ada pada nenek moyangnya. Abu Muti, misalnya, menggambarkan Abu Hanifah sebagai keturunan Arab mengutip sebagai Numan bin Tsabit bin Yahya bin Zuta bin Zaid bin Asad . Menerima pendapat secara luas, bagaimanapun, adalah bahwa ia berasal dari keturunan Persia. sebagai Tabi'in Abu Hanifah lahir 67 tahun setelah kematian nabi Islam , Muhammad , namun pada masa para Sahabat Muhammad, beberapa di antaranya hidup sampai pemuda Abu Hanifah. Anas bin Malik, pembantu pribadi Muhammad, meninggal pada 93 H dan teman lain, Abul Tufail Amir bin Wathilah, meninggal pada 100 H., ketika Abu Hanifah berusia 20 tahun. Tidak ada bukti Namun, untuk menunjukkan Abu Hanifah telah meriwayatkan hadits apa pun dari para sahabat meskipun tidak ada keraguan bahwa dia adalah seorang tabi'in " ( seorang yang telah bertemu dengan seorang sahabat Muhammad ) dan telah bertemu Anas bin Malik. Penulis al-Khairat informasi yang dikumpulkan al-Hisan dari buku-buku biografi dan menyebutkan nama-nama Sahabat yang dilaporkan bahwa Imam telah ditransmisikan dari hadits. Dia menghitung mereka sebagai enam belas para Sahabat. Mereka adalah: Anas bin Malik, Abdullah bin Anis al-pernah ditemui, al-Zabidi bin Abdullah al-Harits bin Juz ', Abdullah bin Jabir, Abdullah bin Abi Awfa, Wa'ila bin al-Asqa `, Ma` qal bin Yasar, Abu Tufail Amir bin Wa'ila `,` Aisha binti Hajrad, Sahl bin Sa `d, al-Tha'ib Khallad bin Suwaid bin, al-Tha'ib bin Yazid bin Sa` id, Abdullah bin Samra, Mahmud bin al-Rabi `, Abdullah bin Ja` jauh, dan Abu Umama. Hadis Diriwayatkan oleh Abu Hanifah atas otoritas Anas bin Malik "Mencari ilmu adalah kewajiban atas setiap muslim". Hal ini dirasakan ini disebabkan oleh persyaratan usia yang ketat untuk mempelajari disiplin hadis yang ada pada waktu di Kufah di mana tidak ada satu di bawah usia 20 tahun dimasukkan ke sekolah hadits. Para ulama waktu itu terasa ada orang di bawah usia ini tidak akan mencapai kematangan yang diperlukan untuk dapat memahami arti dari narasi. Awal kehidupan dan pendidikan Abu Hanifah tumbuh di masa penindasan selama kekhalifahan Abdul Malik bin Marwan dan anaknya Al-Walid I (Al-Walid bin Abd al-Malik). Gubernur Irak berada di bawah kontrol Al-Hajjaj bin Yusuf , seorang pengikut setia Abdul Malik. Selama pemimpin gubernur di agama dan belajar secara khusus ditargetkan oleh Hajjaj karena mereka terbukti menjadi hambatan bagi Malik Abdul pembentukan pemerintahannya di Saudi dan Irak. Akibatnya, Abu Hanifah tidak tertarik atau kesempatan untuk mendapatkan pendidikan pun di masa kecilnya. Dia hanya puas dengan mengikuti jejak ayahnya sebagai pedagang sutra. Dia mendirikan sutra tenun bisnis di mana ia menunjukkan kejujuran dan keadilan teliti. Setelah agennya di negara lain, menjual sebagian kain sutra atas namanya tapi lupa untuk menunjukkan cacat sedikit ke pembeli. Ketika Abu Hanifah mengetahui hal ini, ia sangat sedih karena dia tidak cara pendanaan uang mereka. Dia segera memerintahkan seluruh hasil penjualan konsinyasi sutra untuk didistribusikan kepada masyarakat miskin. Menyusul kematian Hajjaj di 95 AH dan Walid dalam 96 AH, keadilan dan administrasi yang baik mulai membuat cerdas dengan kekhalifahan dari Sulaiman bin Abdul Malik dan sesudahnya Umar bin Abdul Aziz . Umar mendorong pendidikan untuk sedemikian rupa sehingga setiap rumah menjadi madrasah . Abu Hanifah juga mulai menaruh minat pada pendidikan yang lebih tinggi melalui nasihat tak terduga sebagai-Sha'bi (w. 722), salah satu ulama Kufah yang paling terkenal. Sementara menjalankan tugas untuk ibunya, ia kebetulan lewat rumah sebagai-Sha'bi. Sha'bi, salah dia untuk mahasiswa, bertanya kepadanya yang ia menghadiri kelas. Ketika Abu Hanifah menjawab bahwa ia tidak menghadiri kelas, Sha'bi berkata, "Aku melihat tanda-tanda kecerdasan dalam Anda Anda harus duduk di perusahaan orang terpelajar.." Mengambil nasihat Sha'bi, Abu Hanifah memulai sebuah pencarian pengetahuan yang subur untuk pada waktunya akan memiliki dampak mendalam terhadap sejarah Islam. pendidikan awal adalah dicapai melalui madāris dan di sini bahwa ia belajar Alquran dan Hadis, melakukan sangat baik dalam studinya. Dia menghabiskan banyak waktu dalam pengawasan Hammad bin Abi Sulaiman, seorang ahli hukum besar Kufah. Abu Hanifah adalah salah satu mahasiswa terkemuka dari Imam Ja'far ash-Shadiq (besar cucu's Muhammad; 6 Imam Syiah Islam ), sebagaimana telah dikonfirmasi oleh Ibnu Hajar Al-Haytami dalam bukunya Al-Sawa'iq al-Muhriqah , Allamah Shiblinji dalam al Nur nya Absar, Abdul Halim Abu Jindi dan Mohaqiq Muhadatheen Zohra dan berbagai lainnya (ulama hadis) dan Ulama telah menjelaskan bahwa Imam Abu Hanifah adalah murid dari Imam Ja'far Shadiq. Imam Ja'far telah membuka sebuah universitas yang tidak hanya mengajarkan agama, tetapi ilmu pengetahuan dan matematika. Islam alkimiawan , Jabir bin Hayyan , Imam belajar di 'universitas. Dalam kondisi seperti ini Abu Hanifah belajar dan memperoleh pengetahuan. di awal rantai Abu Hanifah pengetahuan bersama Muhammad al-Baqir (besar cucu itu Muhammad; Imam 5 Syiah Islam ) dan dia kemudian memperluas rantai pengetahuan dengan Imam Ja'far ash-Shadiq. dewasa dan kematian Pada 763 M, al-Mansur , para Abbasiyah raja yang ditawarkan Abu Hanifah jabatan Ketua Hakim Negara, tetapi ia menolak untuk menerima tawaran itu, memilih untuk tetap independen. Muridnya Abu Yusuf diangkat menjadi Qadhi Al-Qadat (Ketua Hakim Negara) dari rezim al-Mansur, bukan dirinya sendiri. Dalam jawaban-Nya terhadap al-Mansur, Abu Hanifah cermat akan dirinya dengan mengatakan bahwa ia tidak menganggap dirinya cocok untuk jabatan tersebut. Al-Mansur, yang memiliki gagasan sendiri dan alasan untuk menawarkan amanat, marah dan menuduh Abu Hanifah dari berbohong. "Jika saya berbohong," kata Abu Hanifah, "maka pernyataan saya adalah benar ganda. Bagaimana Anda bisa menunjuk pembohong ke jabatan agung Kepala Qadhi (Hakim)?" Marah dengan membalas ini, penguasa itu Abu Hanifah ditangkap, dikurung dalam penjara dan disiksa. Dia tidak pernah makan tidak peduli. Bahkan di sana, para ahli hukum gigih terus mengajar mereka yang diizinkan datang kepadanya.
Masjid Abu Hanifah
Pada 767 M, Abu Hanifah meninggal di penjara. Dikatakan bahwa begitu banyak orang menghadiri pemakamannya bahwa layanan pemakaman diulang enam kali lebih dari 50.000 orang yang telah mengumpulkan sebelum dia benar-benar terkubur. Kemudian, setelah bertahun-tahun, sebuah masjid , yang Abu Hanifah Masjid di Adhamiyah sekitar Baghdad , dibangun untuk menghormati dia. Beberapa Abu Hanifah Karya Sastra * Kitaab-ul-Aathaar diriwayatkan oleh Imam Muhammad al-Shaybani - kompilasi dari total 70.000 hadits * Kitabul Aathaar diriwayatkan oleh Imam Abu Yusuf * Aalim wa'l-muta'allim * Fiqh Al-Akbar * Musnad Imam ul A'zam * Kitaabul Rad alal Qaadiriyah
Diantara
sifat Imam Hanafi yang lain adalah menolak kedudukan tinggi yang
diberikan pemerintah kepadanya. Ia menolak pangkat jabatan dan menolak
uang yang dibelikan kepadanya. Akibat dari penolakannya itu ia ditangkap
dan dimasukkan ke dalam penjara. Di dalam penjara ia disiksa, dipukul
dan sebagainya.
Gubernur
di Iraq pada waktu itu berada di tangan Yazid bin Hurairah Al-Fazzari.
Selaku pemimpin ia tentu dapat mengangkat dan memberhentikan pegawai
yang berada di bawah kekuasaannya. Pernah pada suatu ketika Imam Hanafi
akan diangkat menjadi ketua urusan perbendaharan negara (Baitul mal),
tetapi pengangkatan itu ditolaknya. Ia tidak mahu menerima kedudukan
tinggi tersebut. Sampai berulang kali Gubernur Yazid menawarkan pangkat
itu kepadanya, namun tetap ditolaknya.
Pada
waktu yang lain Gubernur Yazid menawarkan pangkat Qadhi (hakim) tetapi
juga ditolaknya. Rupanya Yazid tidak senang melihat sikap Imam Hanafi
tersebut. Seolah-olah Imam Hanafi memusuhi pemerintah, kerana itu timbul
rasa curiganya. Oleh kerana itu ia diselidiki dan diancam akan dihukum
dengan hukum dera. Ketika Imam Hanafi mendengar kata ancaman hukum dera
itu Imam Hanafi menjawab: “Demi Allah, aku tidak akan mengerjakan
jabatan yang ditawarkan kepadaku, sekalipun aku akan dibunuh oleh pihak
kerajaan.” Demikian beraninya Imam Hanafi dalam menegakkan pendirian
hidupnya.
Pada
suatu hari Gubernur Yazid memanggil para alim ulama ahli fiqih yang
terkemuka di Iraq, dikumpulkan di muka istananya. Di antara mereka yang
datang ketika itu adalah Ibnu Abi Laila. Ibnu Syblamah, Daud bin Abi
Hind dan lain-lain. Kepada mereka, masing-masing diberi kedudukan resmi
oleh Gubernur.
Ketika
itu Gubernur menetapkan Imam Hanafi menjadi Ketua jabatan Sekretaris
Gubernur. Tugasnya adalah bertanggungjawab terhadap keluar masuk uang
negara. Gubernur dalam memutuskan jabatan itu disertai dengan sumpah,
“Jika Abu Hanifah tidak menerima pangkat itu nescaya ia akan dihukum
dengan pukulan.”
Walaupun
ada ancaman seperti itu, Imam Hanafi tetap menolak jabatan itu, bahkan
ia tetap tegas, bahawa ia tidak mau menjadi pegawai kerajaan dan tidak
mau campur tangan dalam urusan negara.
Kerana
sikapnya itu, akhirnya ditangkap oleh Gubernur. Kemudian dimasukkan ke
dalam penjara selama dua minggu, dengan tidak dipukul. Lima belas hari
kemudian baru dipukul sebanyak 14 kali pukulan, setelah itu baru
dibebaskan. Beberapa hari sesudah itu Gubernur menawarkan menjadi Qadhi,
juga ditolaknya. Kemudian ditangkap lagi dan dijatuhi hukuman dera
sebanyak 110 kali. Setiap hari didera sebanyak sepuluh kali pukulan.
Namun demikian Imam Hanafi tetap dengan pendiriannya. Sampai ia
dilepaskan kembali setelah cukup 110 kali cambukan.
Walaupun
demikian ketika Imam Hanafi disiksa ia sempat berkata. “Hukuman dera di
dunia lebih ringan daripada hukuman neraka di akhirat nanti.” Ketika ia
berusia lebih dari 50 tahun, ketua negara ketika itu berada di tangan
Marwan bin Muhammad. Imam Hanafi juga menerima ujian. Kemudian pada
tahun 132 H sesudah dua tahun dari hukuman tadi terjadilah pergantian
pimpinan negara, dari keturunan Umaiyyah ke tangan Abbasiyyah, ketua
negaranya bernama Abu Abbas as Saffah.
Pada
tahun 132 H sesudah Abu Abbas meninggal dunia diganti dengan ketua
negara yang baru bernama Abi Ja’afar Al-Mansur, saudara muda dari Abul
Abbas as Saffah. Ketika itu Imam Abu Hanifah telah berumur 56 tahun.
Namanya masih tetap harum sebagai ulama besar yang disegani. Ahli fikir
yang cepat dapat menyelesaikan sesuatu persoalan.
Suatu
hari Imam Hanafi mendapat panggilan dari baginda Al-Mansur di Baghdad,
supaya ia datang mengadap ke istana. Sesampainya ia di istana Baghdad ia
ditetapkan oleh baginda menjadi qadhi (hakim) kerajaan Baghdad. Dengan
tawaran tersebut, salah seorang pegawai negara bertanya: “Adakah guru
tetap akan menolak kedudukan baik itu?” Dijawab oleh Imam Hanafi “Amirul
mukminin lebih kuat membayar kifarat sumpahnya daripada saya membayar
sumpah saya.”
Kerana
ia masih tetap menolak, maka diperintahkan kepada pengawal untuk
menangkapnya, kemudian dimasukkan ke dalam penjara di Baghdad. Pada saat
itu para ulama yang terkemuka di Kufah ada tiga orang. Salah satu di
antaranya ialah Imam Ibnu Abi Laila. Ulama ini sejak pemerintahan Abu
Abbas as Saffah telah menjadi mufti kerajaan untuk kota Kufah. Kerana
sikap Imam Hanafi itu, Imam Abi Laila pun dilarang memberi fatwa.
Pada
suatu hari Imam Hanafi dikeluarkan dari penjara kerana mendapat
panggilan dari Al-Mansur, tetapi ia tetap menolak. Baginda bertanya,
“Apakah engkau telah suka dalam keadaan seperti ini?”
Dijawab
oleh Imam Hanafi: “Wahai Amirul Mukminin semoga Allah memperbaiki
Amirul Mukminin. Wahai Amirul Mukminin, takutlah kepada Allah, janganlah
bersekutu dalam kepercayaan dengan orang yang tidak takut kepada Allah.
Demi Allah saya bukanlah orang yang boleh dipercayai di waktu tenang,
maka bagaimana saya akan dipercayai di waktu marah, sungguh saya tidak
sepatutnya diberi jabatan itu.”
Baginda
berkata lagi: “Kamu berdusta, kamu patut dan sesuai memegang jabatan
itu.” Dijawab oleh Imam Hanafi: “Amirul Mukminin, sungguh baginda telah
menetapkan sendiri, jika saya benar, saya telah menyatakan bahawa saya
tidak patut memegang jabatan itu. Jika saya berdusta, maka bagaimana
baginda akan mengangkat seorang maulana yang dipandang rendah oleh
bangsa Arab. Bangsa Arab tidak akan rela diadili seorang golongan hakim
seperti saya.”
Pernah
juga terjadi, baginda Abu Jaffar Al-Mansur memanggil tiga orang ulama
besar ke istananya, iaitu Imam Abu Hanifah, Imam Sufyan ats Tauri dan
Imam Syarik an Nakhaei. Setelah mereka hadir di istana, maka ketiganya
ditetapkan untuk menduduki pangkat yang cukup tinggi dalam kenegaraan,
masing-masing diberi surat pelantikan tersebut.
Imam
Sufyan ats Tauri diangkat menjadi qadhi di Kota Basrah, lmam Syarik
diangkat menjadi qadhi di ibu kota. Adapun Imam Hanafi tidak mau
menerima pengangkatan itu di manapun ia diletakkan. Pengangkatan itu
disertai dengan ancaman bahawa siapa saja yang tidak mahu menerima
jabatan itu akan didera sebanyak l00 kali deraan.
Imam
Syarik menerima jabatan itu, tetapi Imam Sufyan tidak mahu menerimanya,
kemudian ia melarikan diri ke Yaman. Imam Abu Hanifah juga tidak mahu
menerimanya dan tidak pula berusaha melarikan diri.
Oleh
sebab itu Imam Abu Hanifah dimasukkan kembali ke dalam penjara dan
dijatuhi hukuman sebanyak 100 kali dera. Setiap pagi dipukul dengan
cambuk sementara dileher beliau dikalung dengan rantai besi yang berat.
Suatu
kali Imam Hanafi dipanggil baginda untuk mengadapnya. Setelah tiba di
depan baginda, lalu diberinya segelas air yang berisi racun. Ia dipaksa
meminumnya. Setelah diminum air yang beracun itu Imam Hanafi kembali
dimasukkan ke dalam penjara. Imam Hanafi wafat dalam keadaan menderita
di penjara ketika itu ia berusia 70 tahun.
Imam
Hanafi menolak semua tawaran yang diberikan oleh kerajaan daulah
Umaiyyah dan Abbasiyah adalah kerana beliau tidak sesuai dengan corak
pemerintahan yang mereka kendalikan. Oleh sebab itu mereka berusaha
mengajak Imam Hanafi untuk bekerjasama mengikut gerak langkah mereka,
dan akhirnya mereka siksa hingga meninggal, kerana Imam Hanafi menolak
semua tawaran yang mereka berikan.
Sepanjang
riwayat hidupnya, beliau tidak dikenal dalam banyak mengarang kitab.
Tetapi madzab beliau Imam Abu Hanifah atau madzab Hanafi disebar luaskan
oleh murid-murid beliau. Demikian juga fatwa-fatwa beliau dituliskan
dalam kitab-kitab fikih oleh para murid dan pengikut beliau sehingga
madzab Hanafi menjadi terkenal dan sampai saat ini dikenal sebagai salah
satu madzab yang empat. Di antara murid beliau yang terkenal adalah
Muhammad bin Al-Hassan Al-Shaibani, yang merupakan guru dari Imam
Syafi’iy.
Disamping
kesungguhannya dalam menuntut ilmu fiqh, beliau juga mendalami ilmu
tafsir, hadis, bahasa arab dan ilmu hikmah, yang telah mengantarkannya
sebagai ahli fiqh, dan keahliannya itu diakui oleh ulama ulama di
zamannya, seperti Imam hammad bin Abi Sulaiman yang mempercayakannya
untuk memberi fatwa dan pelajaran fiqh kepada murid muridnya.
Keahliannya tersebut bahkan dipuji oleh Imam Syafi’i ” Abu Hanifah
adalah bapak dan pemuka seluruh ulama fiqh “. karena kepeduliannya yang
sangat besar terhadap hukum islam, Imam Hanafi kemudian mendirikan
sebuah lembaga yang di dalamnya berkecimpung para ahli fiqh untuk
bermusyawarah tentang hukum hukum islam serta menetapkan hukum hukumnya
dalam bentuk tulisan sebagai perundang undangan dan beliau sendiri yang
mengetuai lembaga tersebut. Jumlah hukum yang telah disusun oleh lembaga
tersebut berkisar 83 ribu, 38 ribu diantaranya berkaitan dengan urusan
agama dan 45 ribu lainnya mengenai urusan dunia.
Metode yang digunakan dalam menetapkan hukum (istinbat) berdasarkan pada tujuh hal pokok :
Karya besar yang ditinggalkan oleh Imam hanafi yaitu Fiqh Akhbar, Al ‘Alim Walmutam dan Musnad Fiqh Akhbar.
Sepanjang
riwayat hidupnya, beliau tidak dikenal dalam mengarang kitab. Tetapi
madzab beliau Imam Abu Hanifah atau madzab Hanafi disebar luaskan oleh
murid-murid beliau. Demikian juga fatwa-fatwa beliau dituliskan dalam
kitab-kitab fikih oleh para murid dan pengikut beliau sehingga madzab
Hanafi menjadi terkenal dan sampai saat ini dikenal sebagai salah satu
madzab yang empat. Di antara murid beliau yang terkenal adalah Muhammad bin Al-Hassan Al-Shaibani,yang merupakan guru dari Imam Syafi'i.rhm
|
Komentar
Posting Komentar