Imam Suyuthi
Imam Suyuthi (Tafsir Jalalain )
Imam
besar yang akrab di telinga para santri dengan karyanya Tafsir Jalalain
ini mempunyai nama lengkap Abdurrahman bin al-Kamal, Abi Bakr bin
Muhammad bin Sabiquddin bin al-Fakhr Utsman bin Nazhiruddin Muhammad bin
Saifuddin Khidr bin Najmuddin Abi al-Shalah Ayyub bin Nashiruddin
Muhammad ibnu Syekh Humamuddin al-Khudhairi al- Asyyuthi.
Nenek moyangnya (Humamuddin) termasuk pengikut ahli hakikat dan juga salah satu guru thariqah sufiyah.
Adapun
kakeknya satu tingkat sebelum Humamuddin termasuk orang yang mempunyai
kedudukan terhormat dan memimpin tampuk kepemimpinan dalam pemerintahan.
Di antara nenek moyang alim agung ini ada yang menjadi kepala
pemerintahan di wilayahnya masing-masing, sebagian lagi menjadi petugas
pengawas harga dan penimbangan, sebagian lagi menjadi pedagang bekerja
sama dengan Amir Syaihun. Dengan pendanaan sendiri dia membangunan
madrasah di Asyyuth yang kemudian diwakafkan untuk kepentingan
masyarakat. Ada juga keluarga as-Suyuthi yang menjadi jutawan. Bisa
dikatakan bahwa tidak ada satu pun dari mereka yang memperhatikan dan
berkhidmat untuk kepentingan ilmu pengetahuan kecuali ayah beliau.
Silsilah
al-Khudhairi yang dimiliki pengabadi turas Islam ini merupakan silsilah
keluarga di Baghdad, Irak. Hal ini ia ketahui dari seseorang yang
memberitahukan bahwa dia telah mendengar dari ayah al-Suyuthi tentang
silisilah nenek moyangnya tersebut. Orang shalih tersebut bercerita
bahwa nenek moyang al-Suyuthi adalah orang ajam (bukan Arab) atau dari
daerah belahan timur. Maka dari cerita tersebut jelaslah bahwa daerah
yang dimaksudkan adalah daerah Baghdad, Irak.
Al-Suyuthi
lahir malam ahad sesudah maghrib, awal bulan Rajab tahun 849 H. Ketika
sang ayah tercinta masih hidup as-Suyuthi kecil pernah dibawa ke seorang
Syekh yang bernama Muhammad al-Majdzub, seorang ulama besar yang
tinggal di samping makam Sayyidah Nafisah
As-Suyuthi dan aktivitas keilmuan
Alim
tafsir ini tumbuh dan berkembang dalam keadaan yatim. Ketika berusia
kurang dari delapan tahun ia telah hafal Alquran, kemudian menghafalkan
kitab Al-Umdah, Kitab Minhaj dalam ilmu fikih, Kitab Usul Fiqh dan
Alfiyyah Ibnu Malik.
Pada awal tahun 864 H tokoh kita ini
mulai belajar ilmu agama. Ia belajar ilmu fikih dan nahwu dari beberapa
guru dan belajar ilmu faraidh dari Al-Allamah Syekh Syihabuddin
al-Syarimsahi. Diceritakan bahwa umur Syekh tersebut telah melewati usia
lebih dari seratus tahun dan dari Syekh tersebut, as-Suyuthi belajar
ilmu faraidh dari kitab Majmu'. Pada awal tahun 866 H ia mulai mengajar
bahasa Arab.
Pada usia yang masih cukup muda
itu, alim agung ini telah memulai mengarang buku. Buku pertama yang
menjadi buah karyanya adalah Syarh al-Istifaadah wal Basmalah. Buku
tersebut kemudian diperlihatkan pada gurunya, Syekh Alamuddin
al-Bulqini, dan rupanya sang guru berkenan menulis kata pengantar dalam
kitab tersebut.
Kendatipun sudah mengajar dan
mengarang namun aktivitas belajar masih giat ia lakukan. Sebab semakin
seseorang belajar semakin merasa bodoh dan semakin tahu betapa banyak
hal yang belum dan mesti diketahui. Oleh karena itu as-Suyuthi juga
belajar kitab Minhaj, Syarh al-Bahjah dan Hasyiyah-nya dan Tafsir
Baidhawi pada Syekh Syarafuddin al- Munawi. Dalam bidang ilmu hadits dan
ilmu tata bahasa, Imam Suyuthi berguru pada Syekh Taqiyuddin al-Syibli
al-Hanafi selama empat tahun. Dia juga telah memberikan kata pengantar
dalam kitab Syarh Alfiyyah dan kitab Jam'ul jawami' dalam ilmu tata
bahasa arab.
Imam Suyuthi juga berguru pada
Syekh Muhyiddin al-Kafiji dan Syekh Saifuddin al-Hanafi dalam berbagai
disiplin ilmu. Belajar, mengajar dan mengarang hampir menjadi nafas guru
besar ini. Maka tidak aneh buah karya Imam Suyuthi mencapai 300 kitab.
Dalam
pengembaraan mencari ilmu pemburu ilmu ini pernah singgah di Syam,
Hijaz, Yaman, Hindia, Maroko dan Takrur. Ketika melaksanakan ibadah ia
mengharap berkah dengan minum air zamzam dengan tujuan bisa seperti Imam
Sirajuddin al-Bulqini dalam bidang fikih dan Imam Ibnu Hajar dalam
bidang hadits. Berkat pertolongan Allah, guru kita ini bisa menguasai
berbagai disiplin ilmu pengetahuan.
Dalam
penguasaan ilmu Imam nan bijaksana ini mengelompokkan dalam beberapa
kelompok. Kelompok pertama adalah kelompok ilmu-ilmu yang paling ia
kuasai, kemudian kedua ilmu-ilmu yang ia kuasai namun kadarnya di bawah
kelompok yang pertama. Demikian seterusnya.
Adapun kelompok
pertama ada tujuh ilmu yaitu ilmu tafsir, hadits, fikih, nahwu, ma'ani,
bayan dan badi'. Kelompok kedua ilmu ushul fiqh, ilmu jadal, tasrif.
Kelompok ketiga ilmu insya', tarassul dan ilmu faraidh. Kelompok keempat
ilmu qira`at dan kelompok kelima ilmu kedokteran.
Sedangkan
ilmu hisab merupakan ilmu yang paling sulit ia kuasai. Demikian
sulitnya ilmu tersebut diibaratkan seperti memikul gunung. Namun
demikian, ini tidak mengurangi kapasitas kelimuan imam agung ini karena
begitu banyaknya ilmu, selain ilmu hisab, yang ia kuasai. Maka adalah
sangat layak, dengan pertolongan Allah SWT alim besar dari mazhab
Syafi'I ini mampu melakukan ijtihad karena ia memang telah memiliki
perangkat dalam berijtihad.
Imam Suyuthi telah menghabiskan
umurnya untuk mengajar, memberikan fatwa dan mengarang. Akan tetapi
menjelang usia tuanya, kontributor besar ilmu keislaman ini meninggalkan
tugas mengajar dan berfatwa, kemudian ber-uzlah dari keramaian dunia
untuk beribadah dan mengarang saja.
Karomah Imam Suyuthi
Syekh
Syu'aib Khatib Masjid Al-Azhar bercerita, ketika Imam Suyuti sedang
sakit yang menyebabkan kemangkatannya dia datang menjenguk Imam mujtahid
ini. Ia mencium kakinya, lalu meminta supaya Imam Suyuthi berkenan
mengampuni dosa kesalahan orang-orang ahli fiqh yang pernah
menyakitinya. Dengan tenang Imam Suyuthi menjawab: "Wahai saudaraku...
sebetulnya aku telah mengampuni mereka ketika pertama kali mereka
menyakitiku. Aku menampakkkan kemarahanku pada mereka, lalu aku menulis
sanggahan untuk mereka. Semua itu aku lakukan supaya mereka tidak berani
lagi menyakiti orang lain". Demi mendengar kelapangan hati Imam Suyuthi
Syekh Syuaib berkomentar : "Memang inilah yang sudah aku sangka dari
kebaikan tuanku ".
Walaupun Imam Suyuti telah
memaafkan mereka tapi mereka masih saja terkena bencana dari Allah SWT
sebagai pelajaran bagi mereka sendiri dan orang lain. Dalam hal ini Imam
Sya'roni bercerita : "Aku melihat salah seorang yang memukul imam
Suyuti dengan bakiyak (sandal dari kayu) walaupun sudah dicoba oleh
Allah dengan kefakiran dia sangat tamak dengan dunia. Setiap kali dia
melihat orang yang membawa ayam, gula, madu, atau beras persis seperti
orang gila dia selalu mengatakan : " juallah barang ini padaku ! " .
Setelah dia mengambil barang tadi seperti merampas dia pergi bersembunyi
dan tidak mau membayarnya. Setiap ditagih selalu saja ia mencari-cari
alasan untuk mengulur-ulur. Sehingga yang punya barang bosan untuk
menagihnya, maka si tamak ini akan memikul tanggungan yang jauh lebih
besar dan berat kelak di hari kiamat. Dan ketika orang yang menyakiti
imam kita ini meninggal tidak ada seorangpun yang mengirnginya. Semoga
Allah memelihara kita . Amin
Di antara karomah
Imam Suyuthi adalah, suatu ketika Imam Suyuti ada di zawiyah (mushola
kecil) Syaekh Abdullah al-Juyusyi di daerah al-Qarrafah pada waktu siang
hari. Sang alim nan sufi berkata pada pembantunya : " Aku ingin salat
Asar di Masjidi al-Haram, tapi dengan syarat kamu harus menyimpan
rahasia ini sampai aku meninggal ! ". Pembantunya itupun menyanggupi.
Imam Suyuti kemudian menggandeng tangannya sambil berkata : " Pejamkan
matamu ! ". Lalu Imam Suyuti berlari kecil kira-kira 27 langkah. "
Bukalah matamu ! ". demikian perintah Imam Suyuthi kemudian. Tiba-tiba
mereka sudah sampai di pintu Ma'laa, lalu mereka ziarah ke makam
Sayyidah Khodijah, Imam Fudlail ibn Iyadl, Abdullah ibn Uyainah, dan
lain-lainnya. Setelah itu mereka masuk Masjid al-Haram, tawaf, Shalat ,
dan minum Zam-Zam. Di sini Imam Suyuti mengatakan : " Wahai Fulan...
yang mengherankan bukanlah karena bumi dilipat sehingga kita bisa
menempuh jarak ribuan mil dalam beberapa saat. Tapi yang mengherankan
adalah karena orang-orang Mesir yang bermukim di sini tidak ada yang
mengetahui kita ". "Baiklah kita sudah ziarah, salat dan tawaf. Kamu mau
pulang lagi bersamaku, atau mau menetap di sini sampai datangnya musim
Haji ? ". " Aku mau bersama tuan saja ", demikian jawab pembantu itu
lugu. Lalu mereka pergi ke Ma'laa, dan seperti pada keberangkatan tadi
Imam Suyuti memintanya supaya memejamkan mata. Setelah Imam Suyuti
melangkah beberapa jengkal dan mereka membuka mata tiba-tiba di hadapan
mereka adalah zawiyah Syekh Juyusyi.
Banyak
juga sebetulnya karomah sang alim nan arif billah ini, namun di sini
akan dipaparkan satu lagi. Adalah Syekh Abd al-Qodir al-Syadzili, murid
Imam Suyuthi. Dalam biografinya Imam suyuti mengatakan : " Aku pernah
melihat Nabi SAW dalam keadaan terjaga. Kemudian Syekh Abd al-Qodir,
muridnya tersebut bertanya : "Berapa kali tuan melihat Nabi SAW dalam
keadaan terjaga ? ". Beliau menjawab : " Lebih dari 70 kali " .
Wafat Imam Suyuthi
Imam
Suyuthi meninggal pada usia 61 tahun 10 bulan 18 hari, yaitu pada malam
Jumat tanggal 19 Jumadal `ula tahun 911 H, dan dimakamkan di Khusy
Qusun di luar pintu Qarafah, Kairo, Mesir.
|
Komentar
Posting Komentar